Selasa, 21 Agustus 2012

Pemintapun punya organisasi

: Share
Ketika  naik bis kota, atau melintasi persimpangan jalan yang ada lampu merahnya, atau berjalan di trotoar di pusat kota, atau berada di keramaian, apa yang Anda temui di sana? Ya, mungkin Anda melihat di sana ada pengemis-pengemis yang bertebaran atau dalam pernyataan yang paling ekstrem kita katakan ’bergentayangan’. Mereka memang seperti hantu yang bergentayangan menggoda manusia (orang lain) dalam penampakan yang berbeda-beda, ada yang pura-pura cacat kakinya (buntung/lumpuh), ada yang mendandani tubuhnya sehingga seolah-seolah mengidap sakit yang parah, menggunakan bayi sewaan untuk memberi kesan ‘menderita’, ada pula yang hanya memasang tampang melas, ada yang pura-pura buta, bahkan ada yang melakukannya dengan cara menodong orang demi mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Penampakan semacam itu adalah hal yang sering kita saksikan di kota besar seperti Surabaya ini. Surabaya memang menjadi pusat urbanisasi dan menjadi magnet bagi orang-orang yang hendak mencari penghidupan. Di kota ini, orang-orang yang memiliki keahlian dan keterampilan akan lebih mudah mendapat tempat (pekerjaan), sedangkan bagi mereka yang minim keahlian/keterampilan juga akan mendapat tempat, dengan syarat ada usaha yang keras dan tak kenal menyerah untuk bertahan dalam persaingan yang ketat. Ada pula orang-orang yang tidak memiliki apa-apa—bahkan motivasi untuk berkarya sekalipun—yang mereka miliki hanya telapak tangan untuk menadah uang hasil kerja orang lain, inilah orang-orang yang telah kita bicarakan di muka, mereka yang selalu bergentayangan di sekitar kita, tak kenal waktu dan tak kenal tempat.
Dari penelitian menyebut ada lima ketegori pengemis menurut sebab menjadi pengemis, yaitu:
  1. Pengemis Berpengalaman: lahir karena tradisi. Bagi pengemis yang lahir karena tradisi, tindakan mengemis adalah sebuah tindakan kebiasaan. Mereka sulit menghilangkan kebiasaan tersebut karena orientasinya lebih pada masa lalu (motif sebab).
  2. Pengemis kontemporer kontinu tertutup: hidup tanpa alternatif. Bagi kelompok pengemis yang hidup tanpa alternatif pekerjaan lain, tindakan mengemis menjadi satu-satunya pilihan yang harus diambil. Mereka secara kontinyu mengemis, tetapi mereka tidak mempunyai kemampuan untuk dapat hidup dengan bekerja yang akan menjamin hidupnya dan mendapatkan uang.
  3. Pengemis kontemporer kontinyu terbuka: hidup dengan peluang. Mereka masih memiliki alternatif pilihan, karena memiliki keterampilan lain yang dapat mereka kembangkan untuk menjamin hidupnya. Hanya saja keterampilan tersebut tidak dapat berkembang, karena tidak menggunakan peluang tersebut dengan sebaik-baiknya atau karena kekurangan potensi sumber daya untuk dapat mengembangkan peluang tersebut.
  4. Pengemis kontemporer temporer: hidup musiman. Pengemis yang hanya sementara dan bergantung pada kondisi musim tidak dapat diabaikan keberadaannya. Jumlah mereka biasanya meningkat jika menjelang hari raya. Daya dorong daerah asalnya karena musim kemarau atau gagal panen menjadi salah satu pemicu berkembangnya kelompok ini.
  5. Pengemis rerencana: berjuang dengan harapan. Pengemis yang hidup berjuang dengan harapan pada hakikatnya adalah pengemis yang sementara (kontemporer). Mereka mengemis sebagai sebuah batu loncatan untuk mendapatkan pekerjaan lain setelah waktu dan situasinya dipandang cukup.
Dari hasil penelitian di atas, kita ketahui bahwa mengemis merupakan pilihan yang tidak semata-mata disebabkan oleh keterhimpitan ekonomi (kemiskinan) atau keterbatasan fisik (ketuaan/cacat tubuh)—dua hal yang sering dijadikan alasan tindakan mengemis—yang kedua-duanya menyebabkan hilangnya kesempatan kerja, akan tetapi juga disebabkan faktor lain, seperti faktor tradisi suatu masyarakat yang menjadikan mengemis sebagai profesi; kekurangan potensi sumber daya untuk dapat mengembangkan peluang; dan kondisi musiman, sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Namun demikian, penelitian tersebut ternyata tidak memperhitungkan faktor individu sebagai makhluk yang memegang nilai-nilai hidup, dengan kata lain, hasil penelitian tersebut hanya dirumuskan berdasarkan penemuan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi individu, padahal faktor yang paling mendasar sebagai sebab individu memilih untuk mengemis atau tidak mengemis adalah nilai-nilai yang dihayati individu. Boleh saja stimulus-stimulus eksternal mendorong individu untuk melakukan sesuatu, akan tetapi kalau ia memegang kuat nilai-nilai yang berlawanan dengan dorongan stimulus tersebut apa individu akan megikuti dorongan stimulus? Hidup kita, pilihan-pilihan kita dan keputusan untuk berbuat atau tidak berbuat, sesungguhnya sadar atau tidak sadar telah melalui pertimbangan nilai-nilai yang kita hayati.

Tulisan di bawah ini akan mencoba untuk membuktikan bahwa nilai-nilai yang dihayati oleh individu adalah faktor yang esensial dan mendasar yang dapat menjelaskan mengapa individu pada akhirnya memutuskan untuk menjadi pengemis, bukan faktor kemiskinan; keterbatasan fisik; tradisi; kekurangan sumber daya; apalagi hanya sekadar faktor musiman: menjelang hari raya, kemarau, dan gagal panen.

Saya sering menemui orang-orang yang menurut saya “luar biasa”, ketika orang-orang seperti mereka dan bahkan yang lebih beruntung dari mereka memutuskan menjadi pengemis, mereka justru dengan tegar, dan tak kenal menyerah melakukan pekerjaan yang mungkin kita anggap remeh, namun jauh lebih terhormat daripada mengemis. Dalam kesempatan ini, saya akan mengisahkan pengalaman bertemu dengan tiga orang yang telah menggugah dan menyadarkan saya akan kekuatan jiwa mereka. Di sekitar rumah saya ada seorang kakek menjajakan koran menggunakan sepeda pancal, dengan teriakannya yang khas, “Koooran…Jawa Pos…SuryaaMemoRadar…”, ia mencoba menarik minat pelanggannya, begitu selalu setiap pagi. Saya seringkali terharu melihat kakek ini, betapa luar biasanya ia, melakukannya tak kenal menyerah setiap hari, entah berapa keuntungan yang bisa ia dapatkan hanya dengan menjual koran yang tak seberapa banyak, dan pembeli yang jarang-jarang itu.

Ada juga seorang nenek yang selalu membuat saya terenyuh bila berpapasan dengannya. Nenek ini penjual jenang yang setiap hari mengitari daerah tempat tinggal saya, dari pagi hari, siang hingga sore hari. Sungguh luar biasa bagi saya, dengan penuh ketegaran nenek ini mendorong grobaknya dan dengan suaranya yang melengking ia memanggil calon pembeli. Saya merasa takjub dengan kebesaran dan kekokohan jiwanya serta penerimaannya pada dirinya, orang lain dan dunia. Betapa masa tuanya harus diisi dengan berjualan makanan yang mungkin tidak terlalu banyak hasilnya.

Suatu hari saya naik bemo dari Surabaya ke Sidoarjo, seperti biasa, kendaraan yang saya tumpangi itu berhenti di depan RSUD Sidoarjo untuk mencari penumpang. Di sisi kiri jalan, saya lihat tepat di samping kendaraan itu orang tua yang lumpuh kakinya, ia duduk di atas kursi roda, di pangkuannya ada kotak besar berisi berbagai macam merek rokok, ia seorang penjual rokok yang cacat. Saya benar-benar terharu melihatnya, ia sudah tua, kakinya lumpuh pula, tapi ia tetap bisa berkarya. Bagi saya ia seorang pejuang yang tak kenal menyerah atau pun rendah diri dengan cacat yang diderita, ia bekerja dan tak mengharapkan belas kasih orang lain, ia sedang berjuang untuk menegakkan dirinya sendiri.

Orang-orang yang telah dikisahkan di atas adalah mereka yang mengalami keterhimpitan ekonomi (kemiskinan) atau keterbatasan fisik (ketuaan/cacat tubuh) yang mestinya menyebabkan hilangnya kesempatan kerja, namun nyatanya mereka masih tetap mampu bekerja tanpa harus meminta-minta. Oleh karena itu kedua faktor yang ditengarahi sebagai faktor penyebab individu mengemis tersebut dengan sendirinya harus kita katakan sebagai bukan sebab yang esensial dan mendasar mengapa seseorang memilih menjadi pengemis. Kenyataan ini juga menegaskan bahwa faktor tradisi; kekurangan potensi sumber daya untuk dapat mengembangkan peluang; dan kondisi musiman, seperti ketika menjelang hari raya, adanya kemarau serta gagal panen di daerah asal hanyalah pseudo-faktor dari penyebab menjadi pengemis. Kegagalan individu dalam memaknai kehidupannyalah yang membawa ia terjerumus ke dalam kesia-siaan tanpa karya (baca: mengemis). Nietzsche berkata, ”Dia yang punya alasan untuk hidup adalah dia yang yang berdiri tegak bertahan tanpa bertanya bagaimana caranya”. Mereka yang merasa punya sesuatu untuk dituntaskan di masa depan, mereka yang punya keyakinan kuat, memiliki kesempatan yang lebih banyak daripada mereka yang kehilangan harapan.

Dalam pandangan Frankl, kehidupan manusia bertujuan untuk menemukan makna hidup. Makna hidup adalah nilai-nilai yang berharga dan dihayati yang membuat seorang individu merasa berharga dan mempunyai alasan untuk hidup dan menegakkan dirinya. Apabila manusia gagal untuk menemukan makna hidupnya, maka ia akan mengalami neurosis eksistensial (noögenik), yaitu keadaan seseorang ketika dalam hidupnya merasa hampa, tidak bermakna, tanpa tujuan, tanpa arah dan seterusnya. Hal inilah yang bisa menjelaskan mengapa seseorang yang sehat, segar dan bugar dapat memilih menjadi pengemis. Sedangkan mereka yang berhasil menemukan makna hidupnya, maka ia akan memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk bertahan menegakkan dirinya, hal inilah yang dicontohkan oleh ketiga individu yang dikisahkan di atas.

Alhasil, dari semua yang sudah kita bahas dapat disimpulkan bahwa keterhimpitan ekonomi (kemiskinan), keterbatasan fisik (ketuaan/cacat tubuh), faktor tradisi; kekurangan potensi sumber daya untuk dapat mengembangkan peluang; dan kondisi musiman, seperti ketika menjelang hari raya, adanya kemarau serta gagal panen di daerah asal, bukan sebab yang esensial dan mendasar mengapa seseorang memilih menjadi pengemis. Ketidakmampuan individu dalam menemukan makna hiduplah yang menyebabkan ia mengalami keputus-asaan, kehilangan kepercayaan diri dan kehilangan kebebasan untuk berkarya tanpa harus mengharap belas kasihan orang lain.


Akan tetapi sebelum lebaran kali ini saya melihat fenomena yang sangat luar biasa, saya sempat merasa curiga kenapa tak selang dari 5 menit selalu ada yang datang dan meminta didepan rumah bahkan ada 16 orang yang bergantian, akhirnya dari rasa kecurigaanku itupun menjadi motivasi saya untuk mengikuti sampai mana pengemis itu berjalan, sekitar 2 km di akhir gang saya melihat ada mobil pick up yang sudah naik beberapa pengemis...... dan kemudian pengemis yang saya ikutipun naik pick up tersebut...... hal ini yang membuat saya terkagum, rasa penasaran itu muncul menjadi suatu pertanyaan yang saya lontarkan kepada salah satu pengemis tersebut, dan alangkah lucunya ketika pengemis itu menjawab pertanyaan yang saya ajukan, " maaf mas, ini memang sudah menjadi tradisi kami dari desa sebelum lebaran kami sudah berkumpul dan membicarakan bersama, kami menyewa pickup untuk meminta dibeberapa titik yang nantinya hasilnya dikumpulkan dan dibagi rata..... " jelas sudah bahwa mereka pandai berorganisasi dan rapi..... dari yang saya lihat ternyata ada salah seorang yang mengaku sudah memiliki sepeda motor lebih dari dua, entah apa yang ada dibenak mereka, mungkin saja itu karena sudah menjadi faktor kebiasaan dan kesempatan sehingga mereka melakukan itu semua, terus terang saya salut dengan pengorganisasian mereka dan toleransi mereka terhadap sesama, tp saya juga merasa kasian dengan orang yang benar-benar sangat membutuhkan yang akhirnya pengemis dicap jelek karena mereka, tapi yang saya pikirkan sekarang yang namanya meminta berarti memang sangat membutuhkan kita hanya memberi tak perduli apapun itu, disamping itu keresahan juga menjadi renungan saya. Yang menilai kita sendiri.


Minggu, 19 Agustus 2012

Mudik Lebaran, Pentiiing?????

: Share
Begitu pentingkah mudik Lebaran ?


Ternyata tradisi mudik lebaran yang dari segolongan orang disepelekan , dianggap pemborosan, kurang berfikar secara rasional dan sebagainya , dari segolongan yang merupakan sebagian besar masyarakat Islam di Indonesia, MUDIK LEBARAN memang merupakan satu momentum untuk meraih kesejahteraan hidup Dunia dan Akherat.

Mudik lebaran merupakan satu momentum Silaturahim untuk Orang Tua, Sanak kerabat dan handai taulan. Walaupun Silaturahim sebetulnya tidak harus dilaksanakan hanya pada Hari Raya Iedul Fitri , tapi kondisi budaya yang telah membawa Iedul Fitri menjadi satu budaya Silaturahim akan mampu membawa yang semula mubah menjadi wajib atau haram.

Allah swt berfirman, “Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.” (QS. 4:1).
“Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk. (QS. 13:21).
Bahkan Rosulullah saw menandaskan bahwa hanya orang-orang yang beriman kepada Allah swt dan hari akherat yang paling gigih menerapkannya.

Dari Abu Hurairah ra sesungguhnya Rosulullah saw bersabda “… barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akherat maka lakukanlah silaturahim.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Kebaikan silaturahim yang sebenarnya tidak terikat hanya pada Hari Raya Iedul Fitri, menjadi lain bila dikaitkan dengan kewajiban berbakti kepada dua orang tua. Harapan Orang Tua untuk dapat bersilaturahim dengan anak-anaknya di Hari Raya Iedul Fitri membawa satu nilai tersendiri , membuat yang semula mubah menjadi wajib hukumnya.

Mengapa ?
Karena kondisi psikologi sosial , ketidak hadiran seorang anak pada Hari Raya Iedul Fitri tanpa adanya kesadaran dan realita adanya hambatan untuk berkunjung, dapat menjadi ukuran telah terjadinya pemutusan hubungan silaturahmi.

Kalau tidak ada hambatan? Mengapa tidak bisa datang ? adakah yang lebih penting untuk sekedar menyenangkan hati kedua orang tuanya ?

 Hal seperti inilah yang hanya dimulai dengan rasa tidak penting , dapat memicu hilangnya Ridha Allah bagi seorang anak, karena kehilangan Ridha Kedua orang tuanya yang kecewa.
Ridho ALLAH tergantung kepada ridho kedua orang tua Ibu dan Bapak, sesuai sabda Rosululloh SAW :
“Ridho ALLAH tergantung kepada keridhoan orang tua dan murka ALLAH tergantung kepada kemurkaan orang tua” (HR Bukhori, Ibnu Hibban, Tirmidzi, Hakim)

Bagaimana bila seorang Istri dilarang oleh suaminya untuk bersilaturahmi pada dua orang tuanya padahal tidak ada satupun hambatan teknis yang menghalangi ?

Mengingat seorang istri harus patuh pada suaminya, maka hilanglah kewajibannya, walaupun sebenarnya seorang istri bila mempunyai kemampuan mendapat rukshah untuk tidak mematuhi perintah suaminya yang bertindak dzalim dengan memutus tali silaturahim.

surat An-Nisa:36, ALLAH berfirman:

“Dan sembahlah ALLAH dan janganlah menyekutukan-Nya dengan sesuatu, dan berbuat baiklah kepada kedua ibu bapak, kepada kaum kerabat, kepada anak-anak yatim, kepada orang-orang miskin, kepada tetangga yang dekat, tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya, sesungguhnya ALLAH tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri”

Adalah amal yang paling utama, sesuai sabda Rosulullah SAW :
“Aku bertanya kepada Nabi tentang amal-amal yang paling utama dan dicintai ALLAH. Nabi menjawab, pertama sholat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan sholat di awal waktu), kedua berbakti kepada kedua orang tua Ibu dan Bapak, ketiga jihad di jalan ALLAH (HR. Bukhori I/134, Muslim no 85)”
Berbakti kepada kedua orang tua , itu digolongkan sejajar dengan sholat yaitu setelah shalat tepat waktu.

Maka bersiap-siaplah seorang suami yang karena kesombongan diri atau alasan apapun yang dengan sengaja memutus tali silaturahmi antara Isterinya dengan kedua orang tuanya.

Dari Abu Muhammad Jubair bin Mut’im ra sesungguhnya Rosulullah saw bersabda,
“Tidak akan masuk surga orang yang memutus hubungan silaturahmi.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Akan dilaknat oleh Allah dan dimasukan kedalam neraka jahanam.
Q S. Ar Ra’d : 25.

Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam).

Q S. Muhammad : 22
Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?


Q S. Muhammad : 23
Mereka itulah orang-orang yang dila’nati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka.

Sudah sedemikian berat ancaman bagi orang yang dengan sengaja memutus hubungan Silaturahim, apa lagi memutus hubungan silaturahim kepada kedua orang tuanya bahkan karena kesombongannya memutus hubungan silaturahim Istrinya ( yang harus patuh dengan suaminya ) terhadap dua orang tuanya.
Kadang yang terjadi, karena seorang anak merasa lebih pandai, lebih segalanya dibanding kedua orang tuanya, atau merasa orang tuanya terlalu ikut campur masalah keluarganya, terlalu cerewet dan lain sebagainya, apa lagi hanya karena tersinggung atas kata-kata orang tuanya, maka Allah telah menurunkan ayat pula :

al-Isra ayat 23 ketika Allah berfirman, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”

Inilah hal yang terjadi dimasyarakat, karena taqlit buta yang merasa tahu bahwa tidak ada ajaran Islam tentang kewajiban bersilaturahmi di Hari Raya Iedulfitri, kemudian melarang dirinya sendiri dan Isterinya untuk bersilaturahmi di Hari Raya Iedul Fitri kepada dua orang tuanya.

Antara maaf dan ikhlas

: Share
Semua org  mudah minta maaf maupun memaafkan, tp apakah mereka sepenuh hati demikian?

Selama orang tidak mengerti subtansi dan tujuan kedua kata tersebut, maka yang terjadi hanyalah silaturahmi semata. silaturahmi cenderung bersifat ekternal dan semacam formalitas sebagai manisia sosial. tapi kata memaafkan nilainya sama dengan mengampuni. memaafkan/mengampuni berarti memberi harapan baru kepada yang mnta maaf, sedangkan meminta maaf berarti menyadari bhwa mnusia membutuhkan kedamaian dan harapan baru dalam memulai cara hidup yang baru. sehingga meminta maaf tidak sekedar ingin damai sebagai makluk sosial semata, tapi secara utuh mnyadari kesalahan diri dan merubah gaya hidup lama dalam wujud pertobatan.

Maka kata memaafkan bukankah pintu gerbang untuk membuat dosa maupun kesalahan lagi, tapi justru untuk menjadi pemicu suatu mindset/paradigma baru dalam kehidupan selanjutnya yang baru. sehingga gak ada lagi manusia menggunakan sifat manusiawinya sebagai alasan jika berbuat salah dan dosa dengan kata ” MAKLUM…, NAMANYA MANUSIA TAK LEPAS DARI DOSA DAN KEKILAFAN”. krn ini hnyalah kata2 busuk yang melemahkan manusia itu sndiri,krn dipakai sbgai senjata membela diri, shg cnderung mengulangi keslahannya lagi krn selalu ingin di maklumi.

Mari kiita tingkatkan gengsi kita sbg mnsia yg kuat dan mampu berbuat baik tnpa alasan. krn keledai pun gk akan jatuh pada lubang yg sama.

Keikhlasan dalam memaafkan lebih berharga dan bertuah dari pada memaafkan hanya untuk moment tertentu saja sedangkan esok dan lain waktu tak lagi diutarakan.... sungguh berjiwa besar orang yang ikhlas dalam memaafkan 

Pertanyaanya : apakah sama saling memaafkan orang dewasa dengan yang dilakukan oleh anak Balita ?

Mendambakan Kebebasan Adalah Manusia yang Tidak Modern

: Share
Saya mengatakan bahwa manusia yang mendambakan kebebasan adalah manusia yang tidak moderen. Dalam konteks manusia sebagai zoon politicon, dalam kontek manusia yang dalam hidupnya bermasyarakat adalah tidak mungkin bisa hidup dalam kebebasan. Mau hidup dalam kebebasan maka dia manusia harus hidup dalam keterkucilan atau jadilah robinzon trussue.
Manusia maju atau manusia modern adalah manusia yang bisa hidup dalam keterorgnisiran. Manusia yang hidup dalam keterorganisiran berarti ada role of the game yang harus dirumuskan dan harus dipatahui; jika tidak mematuhi maka harus siap menerima sangsi yang diatur dalam rule of the game yang dibuatnya atau yang disepakati.

Jadi manusia yang mendambakan kebebasan dalam arti semau gue, adalah manusia tolol atau manusia primitif yang akalnya mengadopsi kehidupan binatang. Binatang hidup dalam komunitas kebebasan ,komunitas tanpa aturan, komunitas yang berdasarkan naluri hidupnya.
Mau hidup bebas tanpa terikat pada rule of the game, bisa tapi dalam komunitasnya sendiri dalam ruang dan waktu yang dikehendaki sendiri. Dan dalam kebebasan yang demikian itupun masih ada aturan-aturan yang harus dijalani.
Semisal mau hidup bebas semisal mau telanjang tanpa pakaian karena alasan hak asasi ya bisa , tapi ya dikomunitas yang sependapat demikian itu. Dan apakah kebebasan yang demikian diterima norma umum? silahkan difikir.

Lebih jauh lagi, kita hidup di Indonesia di negara Indonesia di suatu Organisasi Negara di suatu lembaga Negara; apakah bisa hidup dalam kebebasan tanpa aturan tanpa rule of the game. Taruhlah bisa, tapi apa jadinya  jika hidup tanpa ikatan aturan yang mengatur? terjadilah kerusakan dimuka bumi ini, terjadilah bunuh membunuh , terjadilah permusuhan satu sama lain, pergaulan sex tanpa pernikahan, dengan siapapun bisa semisal dengan anak, ibu, bapak , kakek , nenek sendiri dan sebagainya. Yang kuat membunuh yang lemah., manusia yang satu akan menjadi srigala pada manusia lainnya; homo homoniu lopos. Uuh… tidak bisa membayangkan untuk menerima konsep kebebasan dalam hidup dan kehidupan. Sunggguh manusia bar bar yang demikian, manusia primitif yang akalnya tidak modern tidak berilmu pengetahuan atau lebih jauh tidak memiliki tuntunan agama.

Tolak konsep kebebasan, justru akan mencelakakan, konsep mundur menjadi manusia bar bar

.http://sosbud.kompasiana.com/2011/08/12/manusia-yang-mendambakan-kebebasan-adalah-manusia-yang-tidak-modern/

Selasa, 07 Agustus 2012

Menuai Manfaat dengan Buka Bersama di Bulan Suci

: Share
Setiap datang bulan ramadhan tentu saja istilah BuBer alias buka bersama sering kita dengar. Undangan dan ajakan teman-teman kantor, teman sekolah, hingga keluarga besar terus berdatangan. Tidak hanya itu, buka bersama biasa diadakan untuk pelengkap kegiatan sosial seperti berkunjung ke rumah yatim dan panti jompo.
Lalu apa manfaat sebenarnya dari buka bersama?
1. Menjaga keharmonisan Keluarga
Buka bersama dengan keluarga merupakan kegiatan buka puasa yang paling sering kita lakukan, karena keluarga merupakan orang terdekat kita dan yang paling kita sayangi, sehingga kebanyakan dalam bulan Ramadhan kita melakukan buka puasa bersama dengan keluarga. Dengan buka bersama keluarga, tentunya keluarga kita akan menjadi rame dan terasa lengkap sehingga keharmonisan keluarga akan tetap terjaga.
2. Meningkatkan Kerja Sama
Manfaat ini bisa kita dapatkan ketika sedang mengadakan kegiatan buka bersama dengan teman-teman kita. Misalkan dengan cara membagi tugas masing-masing seperti “Laki-laki mempersiapkan bahan sedangkan perempuan yang memasak”. Dengan demikian kerjasama yang kita lakukan akan menjadi terpadu, sehingga tidak akan ada lagi yang namanya “miss communication” dalam bekerjasama.
3. Meningkatkan Solidaritas
Secara etimologi Solidaritas memiliki arti “kesetiakawanan atau kekompakan”. Ada sebuah Hadits Rasululllah SAW mengenai solidaritas : “Perumpamaan orang-orang mumin dalam cinta dan kasih sayangnya seperti badan manusia, apabila salah satu anggota badan sakit maka seluruh anggota badan merasakannya”. Jadi dalam mengadakan kegiatan buka bersama, jika sudah dilakukan dengan tugas dan porsinya masing-masing, artinya tidak kurang dan tidak lebih. Maka ini akan meningkatkan kekompakan dalam suatu komunitas atau organisasi, sehingga hasil yang kita dapatkan Insya Allah akan sesuai apa yang kita inginkan.
4. Mengurangi Angka Kelaparan
Sebenarnya manfaat dari buka bersama ini hanya beberapa persen saja. Karena kegiatan buka bersama ini biasanya dilakukan oleh oknum-oknum tertentu saja, misalkan sebuah perusahaan atau organisasi yang mengadakan syukuran dan mengundang kaum fakir miskin.
5. Meningkatkan Harkat dan Martabat
Khusus manfaat ini merupakan manfaat yang sudah direncanakan. Misalkan seorang calon pemimpin yang mengadakan kegiatan buka bersama yang diikuti oleh satu warga desa. Dengan demikian warga akan menilai bahwa calon pemimpinya sanga baik dan pemurah. Ini bisa dikatakan salah satu manfaat sosial juga karena kegiatan buka bersama tersebut diikuti oleh banyak orang.

Ramadhan merupakan bulan yang memiliki banyak keutamaan dan keberkahan yang melimpah didalamnya,karena didalamnya diturunkan kalamullah yang mulia yakni Al-Qur’an,dan juga didalamnya  terdapat malam yang dinantikan oleh seluruh umat islam,suatu malam yang nilainya lebih mulia dibandingkan seribu bulan (83 tahun 4 bulan). Bukan cuma sebatas itu saja, ternyata bulan Ramadhan merupakan “momentum mempererat tali silaturrahim”. Mengapa demikian,karena banyak hal,dan kegiatan di dalam bulan Ramadhan yang membuat umat islam saling mempererat hubungan silaturrahimnya. Contohnya di dalam bulan Ramadhan, Nabi SAW memerintahkan  umat islam agar memberi makan bagi orang yang berpuasa,atau istilah lainnya “buka bersama”.
Terlepas dari manfaat buka bersama, yakni agar umat islam mampu merasakan nikmatnya makan dan minum bersama, karena setelah setengah hari menahan lapar dan dahaga. Ternyata dalam acara buka bersama,mengandung manfaat yang sangat besar dalam mempererat tali silaturrahim kita sesama umat islam. Karena di dalamnya kita saling bertemu muka,saling duduk berdampingan,tidak ada perbedaan yang kaya dan yang miskin,yang berpangkat dan yang tidak berpangkat,semua orang yang ada dalam acara buka bersama, saling bercengkrama satu sama lain,yang dulunya tidak akrab,menjadi akrab, yang dulunya tidak saling menyapa,kini jadi saling menyapa satu sama lain. Setelah itu kita bersama-sama menunaikan shalat magrib secara berjamaah,yang mungkin sebelumnya masjid cuma terisi tidak lebih dari satu shaf,namun karena adanya kebersamaan yang dijalin dalam momen buka bersama,menambah semangat kita agar ingin beribadah secara bersama-sama dalam hal berlomba-lomba dalam mendapatkan pahala di bulan suci Ramadhan. Shalat berjamaah makin mempererat hati kita sesama umat islam. Dan setelah shalat kita melakukan mushafahah,saling berjabat tangan. Dalam berjabat tangan mampu menghilangkan rasa dendam terhadap orang lain,memaafkan kesalahan orang yang pernah berbuat salah sama kita,dan yang paling penting makin mempererat tali persaudaraan kita sebagai umat islam
Itulah salah satu hikmah mengapa Nabi menyuruh kita dalam bulan ramadhan agar mampu memberi makan terhadap orang yang berpuasa, walau seteguk air atau sebiji kurma. Dan masih banyak lagi keberkahan dalam bulan Ramdhan yang manusia sendiri kadang tidak menyadarinya,maka berbahagialah orang yang bersungguh-sungguh beribadah secara totalitas dalam bulan suci ramadahan,karena ia akan di selimuti keberkahan dari Allah SWT. Semoga kita termasuk orang yang di anugerahi keberkahan oleh Allah dalam bulan suci Ramadhan sehingga kita mampu menjadi pribadi yang bertaqwa.**

Keluarga harmonis dengan buka bersama

Pandangan Islam terhadap Harta, Kaya dan Kesederhanaan

: Share
Saya membaca satu tulisan dari seorang ustad yang cukup terkenal tentang “Pandangan Islam terhadap Harta.” Isinya cukup bagus, di antaranya mengajarkan pembaca untuk jadi kaya sehingga bisa menggunakannya untuk kebaikan.

Meski demikian ada beberapa hal yang sepertinya kurang pas dan mengganjal di hati saya. Misalnya karena ingin kaya akhirnya begitu melihat rumah dan mobil bagus lalu mengelus-elus rumah dan mobil bagus milik orang lain yang diinginkannya. Ini sama sekali bukan sunnah Nabi dan para sahabat. Mereka tidak pernah mengelus-elus rumah atau kendaraan orang lain hanya karena ingin memiliki itu. Atau gaya hidup mewah seperti punya pesawat jet pribadi, naik pesawat first class, mobil mewah, dan makan makanan enak. Begitu pula dengan beberapa bacaan penulis Barat seperti Robert Kiyosaki yang meski sempat saya baca cukup bagus, namun tidak semuanya bisa jadi pegangan karena akhirnya mengarah pada spekulasi saham dan MLM (Buku-buku seperti itu memang jadi pegangan aktivis MLM).
Beberapa panutan yang ditonjolkan juga merupakan orang-orang kaya yang bermasalah di mana ada yang merupakan penghutang BLBI trilyunan rupiah dan juga keluarganya melakukan penundaan pembayaran hutang ganti rugi rumah dan tanah kepada warga Porong yang mereka rugikan, serta menjual media TV yang mereka miliki kepada konglomerat media Yahudi, Rupert Murdoch. Padahal ini tidak sesuai ajaran Islam:

Orang kaya yang menunda-nunda (mengulur-ulurkan waktu) pembayaran hutangnya adalah kezaliman. (HR. Bukhari)
Seorang ulama harusnya mewarnai ummatnya dengan sibghatullah. Bukan justru diwarnai ummatnya terutama dengan hal-hal yang kurang sesuai dengan ajaran Islam.
Sebagai orang Islam, pedoman kita adalah Kitabullah Al Qur’an dan Sunnah Nabi. Insya Allah, Al Qur’an itu Haq dan Nabi itu maksum terjaga dari dosa dan kesalahan. Ada pun manusia biasa termasuk ulama tidak lepas dari salah dan lupa.
Dari berbagai ayat Al Qur’an dan Hadits yang saya baca, saya mengambil kesimpulan bahwa Islam itu menganjurkan ummatnya untuk memberi. Bukan untuk menjadi kaya. Contohnya kita disuruh membayar zakat dan juga bersedekah.
Mungkin ada yang bertanya, ”Apa bedanya ”Memberi” dengan ”Menjadi Kaya”? Bukankah untuk memberi kita harus kaya?”
Meski sekilas ”Memberi” sama dengan ”Menjadi Kaya”, tapi tidak serupa. Betapa banyak orang yang kaya tapi tidak mau bayar zakat atau bersedekah? Sebaliknya berapa banyak orang miskin atau yang hidupnya biasa saja tapi justru rajin berzakat dan sedekah? Banyak orang yang kaya tapi tidak berhaji. Sebaliknya banyak orang yang pas-pasan seperti TKI dan TKW malah bisa naik haji.
Mungkin ada yang bertanya, ”Apa iya orang miskin atau pas-pasan bisa sedekah/bayar zakat?” Jawabnya bisa:
 
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya: Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling mulia? Beliau menjawab: “Sedekah orang yang tak punya, dan mulailah memberi sedekah atas orang yang banyak tanggungannya. Dikeluarkan oleh Ahmad dan Abu Dawud. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim.
Bukan cuma dari hadits, ini pengalaman saya sendiri. Sebagai Ketua sebuah organisasi, beberapa orang menyumbang melalui saya. Ternyata penyumbang terbesar itu bukanlah orang yang kaya menurut pandangan ustad tersebut. Luas rumahnya paling tidak lebih dari 30 m2, mobil dan motor dia tidak punya. Namun dia menyumbang laptop dan palmtop (paling tidak nilainya Rp 3 juta) untuk ummat sambil memberi uang cash Rp 200 ribu. Dia jamu saya dengan makanan dan teh botol. Anggota-anggota lain yang punya mobil dan rumah bagus belum tentu bisa begitu. Ustad yang menerima laptop tersebut rumahnya dan sofanya jauh lebih bagus daripada rumah teman saya yang menyumbang. Teman saya bahkan tak punya sofa/kursi dan meja di ruang tamunya.
Sebalik ketika saya bersama teman-teman berkunjung ke rumah orang kaya di bilangan Jakarta Selatan, masya Allah. Meski lewat waktu makan malam cuma dihidangi minum saja sehingga perut kelaparan. Sampai di rumah sekitar jam 23:30 malam saya makan malam sambil gemetaran…Padahal orang kaya ini (Direktur Utama berbagai perusahaan besar di Indonesia) rumahnya sangat besar, mobilnya mewah dan banyak.
Kalau disuruh memilih harus bertamu ke siapa, saya tidak akan ragu untuk memilih bertamu ke rumah teman saya yang biasa saja tapi gemar memberi ketimbang ke rumah orang kaya namun ”hematnya” minta ampun…
Dalam Islam, yang diperintahkan adalah membelanjakan harta untuk kebaikan. Bukan menjadi kaya. Misalnya dalam rukun Islam tidak ada perintah jadi orang kaya. Yang ada adalah membayar zakat dan pergi berhaji JIKA mampu.
Saat ini saya melihat sebagian orang menganggap bahwa Islam mengharuskan ummat Islam harus kaya dengan alasan Nabi dulu kaya dan banyak perintah Islam seperti Zakat, Haji, Sedekah mensyaratkan adanya kekayaan.
Meski sekilas kelihatan benar, namun kiranya hal itu kurang tepat. Apalagi jika akhirnya untuk menjadi kaya semua cara dihalalkan dan membelanjakannya pun dengan bermewah-mewah serta memandang hina orang miskin.

”Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’” [Al Baqarah:43]
”Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.” [Al Baqarah:83]
”Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” [Al Baqarah:110]
Ayat-ayat Al Qur’an di atas cukup jelas bahwa Islam memerintahkan ummatnya untuk membayar zakat dan bersedekah kepada kerabat dan fakir miskin. Bukan menjadi kaya karena berapa banyak orang yang kaya tapi tidak bayar zakat dan bersedekah.

Hadits Nabi ”Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah” adalah himbauan untuk memberi. Artinya orang yang memberi lebih mulia daripada orang yang meminta. Bukan orang kaya lebih mulia dari pada orang miskin. Berapa banyak orang yang kaya tapi dari hasil minta-minta suap atau komisi dan enggan bersedekah.
Menjadi kaya bukanlah tujuan dalam Islam. Berapa banyak orang yang kaya, tapi dilaknat Allah dalam Al Qur’an. Contohnya Karun. Kekayaannya sangat besar, namun karena sombong dan enggan menolong, dia mati dibenamkan ke dalam bumi oleh Allah SWT.
Saking kayanya Karun, kunci-kunci gudang hartanya saja sangat berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat macam Ade Rai…:
”Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: “Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri” [Al Qashash:76]
Bukan hanya Karun orang kaya yang disiksa Allah. Sebelumnya banyak orang-orang yang lebih kaya juga dibinasakan oleh Allah SWT:
Karun berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku”. Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.” QS 28.78
Mengharap kaya seperti Karun bukanlah ajaran Islam:

”Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: “Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar”.
Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: “Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu kecuali oleh orang-orang yang sabar”.[Al Qashash:79-80]
Allah membenamkan Karun beserta hartanya ke dalam bumi dan orang yang ingin kaya seperti Karun menyesal:
”Maka Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah. dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).
Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Karun itu. berkata:
“Aduhai. benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah)”. [Al Qashash:81-82]
Ayat di atas jelas bahwa menjadi kaya bukanlah tujuan dalam Islam. Untuk memperjelas saya tampilkan lagi ayat yang lain:

”Bermegah-megahan telah melalaikan kamu” [At Takatsuur:1]
Harta/kekayaan tidak ada manfaatnya jika dari yang haram atau tidak digunakan di jalan Allah:

”Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.” [Al Lahab:2]
Dalam hal mencari kekayaan, orang sering lupa sehingga yang haram menjadi halal. Indonesia adalah merupakan satu negara terkorup di dunia padahal mayoritasnya ummat Islam. Karena ingin kaya, banyak ummat Islam memilih jalan pintas dengan korupsi, mendapat komisi, dan sebagainya.
Banyak pejabat yang tidak mau kerja kecuali jika diberi uang padahal sebetulnya itu memang pekerjaan yang harus dia kerjakan. Sebagai contoh baru-baru ini ada berita Gubernur BI memberikan uang milyaran rupiah kepada DPR agar DPR membuat UU tentang BLBI. Untuk apa DPR diberi uang padahal membuat UU memang tugas mereka? Anggota DPR yang sebagian berasal dari Parpol Islam kan sudah digaji besar untuk membuat UU, mengapa harus diberi uang lagi? Inilah akibatnya jika kekayaan jadi tujuan utama seorang Muslim.
Rasulullah SAW berkata: ”Demi Allah, bukan kefakiran yang aku khawatirkan terhadap kalian, tetapi yang aku khawatirkan adalah jika kekayaan dunia dilimpahkan kepada kalian sebagaimana telah dilimpahkan kepada orang-orang sebelum kalian, kemudian kalian akan berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana mereka berlomba-lomba dan akhirnya dunia itu membinasakan kalian sebagaimana ia telah membinasakan mereka.” (Shahih Muslim No.5261)
Dalam surat Al Maa’uun disebut bahwa orang yang enggan menolong anak yatim dan fakir miskin dengan barang berguna sebagai pendusta agama meski dia sholat:
 
”Tahukah kamu orang yang mendustakan agama?
Itulah orang yang menghardik anak yatim,
dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat,
(yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya,
orang-orang yang berbuat ria.
dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” [Al Maa’uun:1-7]
Allah tidak memandang apakah orang itu kaya atau banyak harta:
”Dan orang-orang yang di atas A’raaf memanggil beberapa orang (pemuka-pemuka orang kafir) yang mereka mengenalnya dengan tanda-tandanya dengan mengatakan: “Harta yang kamu kumpulkan dan apa yang selalu kamu sombongkan itu, tidaklah memberi manfaat kepadamu.” [Al A’raaf:48]

Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan:
”Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” [Al An’aam:141]
Orang yang hidup mewah secara berlebih sulit untuk bersedekah. Sebagai contoh, orang yang hartanya Rp 10 milyar, jika dia hemat dia hanya memakai Rp 1 milyar untuk kebutuhan hidupnya dan Rp 9 milyar dibelanjakan di jalan Allah. Tapi orang yang hidup boros, misalnya ada orang yang barang-barang melekat di badannya (pakaian, sepatu, jam tangan) saja sudah Rp 2 milyar, bisa menghabiskan Rp 10 milyar untuk bermewah-mewahan sehingga tidak ada lagi uang tersisa untuk zakat dan sedekah. Bahkan bisa jadi pengeluarannya berlebih hingga terbelenggu hutang.
Mengenai pandangan hidup mewah untuk ”meningkatkan kualitas hidup”, adakah itu sesuai Al Qur’an dan Sunnah Nabi? Allah melarang kita menghambur-hamburkan harta secara boros. Sebaliknya memerintahkan kita untuk bersedekah:
”Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.

Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” [Al Israa’:26-27]
Nabi Muhammad sendiri selaku Nabi dan pimpinan negara di mana kerajaan Romawi dan Persia sudah hampir jatuh di tangannya meski kaya menolak hidup mewah. Pada zaman Sahabat kedua kerajaan besar itu takluk di tangan Islam. Tidak seperti Raja Romawi dan Persia yang hidup mewah bergelimang harta, beliau hidup sederhana. Nabi tidur hanya beralaskan pelepah kurma sementara perabot rumahnya sedikit sekali sehingga membuat Umar ra menangis terharu:
Kisah Umar ra: Aku (Umar) lalu segera masuk menemui Rasulullah saw. yang sedang berbaring di atas sebuah tikar. Aku duduk di dekatnya lalu beliau menurunkan kain sarungnya dan tidak ada sesuatu lain yang menutupi beliau selain kain itu. Terlihatlah tikar telah meninggalkan bekas di tubuh beliau. Kemudian aku melayangkan pandangan ke sekitar kamar beliau. Tiba-tiba aku melihat segenggam gandum kira-kira seberat satu sha‘ dan daun penyamak kulit di salah satu sudut kamar serta sehelai kulit binatang yang belum sempurna disamak. Seketika kedua mataku meneteskan air mata tanpa dapat kutahan. Rasulullah bertanya: Apakah yang membuatmu menangis, wahai putra Khathab? Aku menjawab: Wahai Rasulullah, bagaimana aku tidak menangis, tikar itu telah membekas di pinggangmu dan tempat ini aku tidak melihat yang lain dari apa yang telah aku lihat. Sementara kaisar (raja Romawi) dan kisra (raja Persia) bergelimang buah-buahan dan sungai-sungai sedangkan engkau adalah utusan Allah dan hamba pilihan-Nya hanya berada dalam sebuah kamar pengasingan seperti ini. Rasulullah saw. lalu bersabda: Wahai putra Khathab, apakah kamu tidak rela, jika akhirat menjadi bagian kita dan dunia menjadi bagian mereka? [Muslim]
Keluarga Nabi tidak pernah 3 hari berturut-turut makan dengan kenyang. Selalu ada saat kelaparan setiap 3 hari.
‘Aisyah melaporkan: Tidak pernah keluarga Muhammad (SAW) makan sampai kenyang dengan roti gandum untuk tiga malam berturut-turut sejak kedatangan mereka di Medina hingga wafatnya” [Muslim]

Inilah sunnah Nabi kita. Kaya, tapi memilih menyumbangkan kekayaannya untuk kejayaan Islam. Bukan menumpuk-numpuk kekayaannya untuk bermegah-megahan seperti dalam surat At Takatsuur.
Para sahabat seperti Usman bin Affan menyumbang sepertiga hartanya untuk jihad di jalan Allah. Umar bin Khothob menyumbang separuh hartanya. Dan Abu Bakar menyumbang seluruh hartanya. Mereka menggunakan hartanya untuk memperkuat Islam sehingga persenjataan ummat Islam kuat dan lengkap dan bisa membiayai tentara yang tidak mampu secara finansial. Bukan untuk kepentingan pribadi secara berlebihan. Nah, semangat memberi, semangat berinfak inilah yang harus kita tiru.
Sempat para sahabat dalam 7 peperangan sampai makan belalang karena lapar. Pernah juga mereka makan seekor kambing yang dimakan beramai-ramai. Meski hidup prihatin, namun Nabi dan para sahabat dalam berjihad justru luar biasa hebatnya sehingga dua super power dunia waktu itu, Romawi dan Persia tidak dapat menaklukkan pasukan Islam. Justru merekalah yang tunduk. Harta yang ada digunakan bukan untuk kepentingan pribadi atau hidup mewah, tapi digunakan untuk melengkapi kendaraan, senjata, dan juga logistik untuk jihad.
Coba bayangkan pasukan mana yang akan menang? Jenderal yang memilih dana yang ada untuk membeli mobil mercy dan jaguar sementara panser amfibinya dibiarkan tua (buatan tahun 1962) dan bisa tenggelam dilaut dengan sendirinya atau jenderal yang memilih mobil yang sederhana dan membeli mobil tank yang canggih untuk anak buahnya?
Mana yang lebih baik? Jenderal yang memakai uang yang ada untuk beli pesawat pribadi yang mewah sementara anak buahnya naik pesawat tua Hercules yang umurnya hampir setengah abad sehingga belum kena peluru lawan sudah jatuh dengan sendirinya atau jenderal yang sederhana dan naik pesawat terbang dinas yang dipakai bersama-sama rekannya kemudian menggunakan sisa uangnya untuk pesawat tempur yang canggih?
Banyak orang-orang Arab yang kaya, tapi mereka tidak mampu mengalahkan Israel karena mereka lebih memilih menggunakan kekayaannya untuk hidup mewah. Bukan untuk membeli persenjataan yang bagus dan lengkap guna berjihad di jalan Allah. Orang-orang Arab yang jumlahnya 200 juta orang tak mampu mengalahkan orang Israel yang hanya 4 juta orang.

Satu penyebab mundurnya ummat Islam adalah Wahn: Cinta Dunia dan Takut Mati:
Tsaubah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian seperti menyerbu makanan di atas piring. Berkata seseorang: Apakah karena jumlah kami sedikit waktu itu? Beliau bersabda: Bahkan kalian pada waktu itu banyak sekali, akan tetapi kamu seperti buih di lautan. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn. Seseorang bertanya: Wahai Rasulullah, apakah wahn itu? Beliau bersabda: Cinta dunia dan takut mati”. (Riwayat Abu Dawud no. 4297. Ahmad V/278. Abu Na’im dalam Al-Hilyah)
Di Indonesia banyak orang miskin dan senjatanya sedikit serta antik-antik. Apakah kita kekurangan uang? Tidak juga. Para pejabat kita umumnya tidak mempergunakan uang yang ada untuk mensejahterakan rakyatnya. Tapi untuk memperkaya pribadi. Tak heran jika hartanya puluhan milyar rupiah dan sering tidak sesuai dengan gaji yang mereka terima. Banyak yang menghabiskan Rp 2-3 milyar rupiah untuk satu pernikahan anaknya. Jumlah ini sebenarnya cukup untuk memberi rumah tempat berteduh 80 orang.
Tentu saja ini bukan berarti ummat Islam harus malas mencari rezeki dan hidup miskin. Sebagaimana Sunnah Nabi dan contoh para sahabat, Nabi bisa kaya dan hidup mewah jika mau. Tapi beliau lebih memilih untuk bersedekah dan membelanjakan hartanya di jalan Allah:
Istri Nabi, ’Aisyah berkata bahwa pernah Nabi pagi-pagi mendapat hadiah yang banyak. Namun sebelum petang tiba harta tersebut sudah habis dibagikan untuk fakir miskin. Itulah akhlak Nabi sesuai ayat Al Qur’an di bawah:

Allah SWT berkata, ”Engkau tak akan mendapatkan kebaikan apa pun hingga kalian menyedekahkan sebagian harta yang paling kalian cintai.Ketahuilah, apa pun yang kalian infakkan, Allah pasti mengetahuinya.” (Ali ‘Imran: 92).
”Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” [Al Baqarah:195]
Nabi memiliki rumah untuk berteduh, kendaraan untuk dakwah dan jihad, baju zirah dan pedang untuk berperang. Idealnya para Muslim memiliki hal itu. Nabi memilih yang terbaik manfaatnya, tapi bukan yang termewah/mahal. Sebagai contoh Nabi memilih cincin perak untuk stempel ketimbang cincin emas. Nabi juga memilih baju zirah dan pedang dari baja yang kuat ketimbang emas 24 karat yang lunak.
Bukankah ketika kita mencari rezeki, akan terlihat perbedaannya antara orang yang niatnya hanya untuk kaya sehingga bisa punya rumah dan mobil mewah serta makan enak dengan orang yang ingin membelanjakan hartanya di jalan Allah lillahi ta’ala?
Jadi luruskan niat kita lillahi ta’ala. Masih banyak orang miskin di sekitar kita, bahkan banyak yang bunuh diri karena kemiskinan. Bantu mereka. Jangan habiskan harta kita karena gaya hidup kita yang boros.
Dari Umar bin Khottob ra dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rosululloh SAW bersabda: ’Sesungguhnya seluruh amal tergantung kepada niat, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya. Oleh karena itu, barangsiapa yang berhijrah karena Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Alloh dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah untuk mendapatkan dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuannya (niatnya).’” (Bukhari-Muslim)
Jadi niatkan semua untuk Lillahi ta’ala. Bukan yang lainnya seperti dunia atau harta.
Saat ini bermunculan motivator Islam. Ini bagus. Tapi jangan sampai kita mengikuti motivator Barat sehingga akhirnya tenggelam pada materialisme/duniawi. Meski Islam MELARANG kita melupakan dunia, namun Islam mengajarkan kita mengutamakan akhirat:
”Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari kenikmatan duniawi” [Al Qashash:77]

”Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia, maka Kami segerakan baginya di dunia dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir” [Al Israa’:18]
Allah mengingatkan kita bahwa akhirat lebih baik dan kekal dari dunia karena manusia memang cenderung pada dunia hingga banyak yang lupa akan akhirat:
”Sungguh hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada dunia” [Adh Dhuhaa:4]
”Akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal” [Al A’laa:17]
Di Indonesia banyak orang miskin. Menurut media VHR, 50.000 rakyat Indonesia bunuh diri karena kemiskinan dalam 3 tahun terakhir. Bahkan di media Surya Online diberitakan ada anak SD usia 11 tahun yang bunuh diri karena tidak kuat menahan lapar dan sakit maag yang diderita karena dia hanya sanggup makan sekali sehari. Tidak sepantasnya ummat Islam hidup bermewah-mewah sementara mayoritas rakyat hidup miskin karena ini tanda dari kurangnya iman:
”Tidak beriman kepadaku orang yang tidur dengan kenyang sementara tetangganya lapar padahal dia mengetahui hal itu.” (HR. Al Bazzaar)
























Jumat, 03 Agustus 2012

4 Hal yang Dengannya Diraih Kebahagiaan Dunia-Akhirat Posted

: Share

Padahal kehidupan di dunia ini hanyalah sementara sedangkan di akhirat kekal abadi. Tidak salah bila solusi terbaik baik setiap problematika manusia berujung pada agama, yang meyakini bahwa kebahagiaan tidak selalu identik dengan materi dan tidak hanya dengan akal saja. Sejalan dengan hal ini bila tujuan kebahagiaan manusia telah diluruskan menjadi tujuan yang hakiki, kebahagiaan dunia dan akhirat dijaminkan atas dirinya. Ada resep bagi orang-orang yang beriman (a.k.a meyakini hari akhirat) untuk mendapatkan kebahagiaan dunia-akhirat yaitu:

Hati yang bersyukur. Sifat manusia yang tidak pernah puas itu mendorong manusia untuk terus-menerus mengejar dunia meskipun sebagian besar kenikmatan duniawi telah dicapai. Padahal tidak ada jaminan bagi siapapun yang telah mendapatkan kenikmatan dunia akan mendapati kebahagiaan, contohnya seseorang yang dulunya pas-pasan sehingga ke mana-mana naik motor berdua dengan istrinya. Setelah sukses dan bisa membeli mobil, masing-masing pergi dengan mobilnya sehingga akhirnya bercerai karena suatu sebab. Tinggallah penyesalan, “Mending dulu ya waktu masih susah rukun dengan istri/suami …” Lain dengan orang yang hatinya bersyukur, akan muncul sifat qona-ah (merasa cukup dengan yang dimiliki dan tidak dengki dengan kelebihan orang lain) sehingga tidak mudah tergoda bisikan setan yang mendorong untuk mendapatkan kenikmatan dengan cara yang keliru. Meskipun hidup dalam kekurangan, ketika hati bersyukur tidak merasa susah karena kebahagiaan hakiki adanya di hati.   




Add caption
Lisan yang selalu berdzikir (mengingat Allah). Sumber malapetaka manusia salah satunya bersumber dari lisannya. Ketika seseorang tidak bisa mengendalikan lisannya maka kecelakaanlah yang akan didapatkannya. Namun sebaliknya, bila lisan selalu digunakan untuk kebaikan dan banyak mengingat Allah, maka kebahagiaan akan didapati meskipun dalam kondisi apapun. Lisan yang digunakan untuk beribadah dan saling menasihati untuk kebaikan akan memberikan manfaat bagi pemiliknya, di dunia maupun di akhirat. Allah akan mengabulkan setiap doa hambanya, karenanya lisan yang digunakan untuk memperbanyak berdoa adalah sikap terbaik bagi setiap manusia. Karenanyalah kebahagiaan dunia dan akhirat akan diperoleh. 


Badan yang sabar dengan cobaan. Badan adalah nikmat yang Allah berikan kepada setiap manusia, dengannya manusia menggapai harapan kebahagiaannya di dunia. Sayangnya tidak jarang manusia menggunakannya juga untuk bermaksiat, sehingga meskipun ia mendapatkan kenikmatan tetapi hakikatnya akan menjerumuskan ia ke dalam jurang kenistaan. Setan selalu menggoda manusia untuk menggunakan badannya untuk bermaksiat, karena dengannya ia akan mendapat kemenangan. Contohnya ketika seseorang kesurupan dan dibacakan ayat-ayat Al Qur-an maka setan akan mencoba bertahan dalam tubuh yang kesurupan. Tetapi ketika seseorang memberinya sesaji dan setan itu pergi darinya maka kemenangan yang didapati hakikatnya adalah kalah karena mengikuti kemauan setan. 

Pasangan yang sholih dan tidak banyak menuntut. Setiap manusia diberikan pasangan hidup untuk meraih ketenangan hidup. Pasangan yang terbaik bukanlah pasangan yang cantik/ganteng, kaya, dan berkedudukan tinggi melainkan pasangan yang sholih yang memberikan ketentraman lahir batin. Ilustrasinya, istri yang sholihah adalah istri yang pengertian dan sabar. Istri yang ketika suaminya pulang kerja tidak langsung menanyakan tentang upah sang suami, tetapi lebih pada memberikan servis terbaik untuk suami. Demikian juga suami, yang ketika pulang kerja tidak melampiaskan rasa kesal atau capeknya kepada istri. Meminta yang sewajarnya dan tidak berlebihan, memahami bahwa istri di rumah tidak berarti tidak capek apalagi yang sama-sama bekerja. Suami yang tidak segan membantu meringankan pekerjaan rumah, tidak menyerahkan semua urusan itu kepada istri. Pasangan yang sholih inilah yang akan menemani kita di dunia dan juga hingga di akhirat, karenanya tidak salah bila mesti saling mendukung untuk mendapatkan kebahagiaan hakiki



Akhirnya, semoga bermanfaat terutama buat saya. Semoga juga bermanfaat untuk Anda semua. Bila ada koreksi, saran atau masukan silakan karena saling menasihati adalah hak sekaligus kewajiban kita sebagai sesama manusia.

Mennggapai Kebahagiaan di Dunia dan Akherat

: Share
Dzikir merupakan unsur penting untuk menggapai kebahagiaan dan ketenangan hati sebagai firman Allah SWT yang artinya: Ingatlah! Dengan mengingat Allah SWT hati akan tenang. Dengan mengingat Allah SWT maka Allah SWT juga akan selalu bersama kita dengan demikian pertolongan dan rahmat Allah SWT juga akan selalu tercurahkan kepada kita. Bulan suci Ramadhan ini merupakan kesempatan bagi kita untuk meningkatkan volume dzikir kita kepada Allah SWT untuk kita teruskan nantinya diluar bulan Ramadhan. Dengan memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan dan memperbanyak mengingat Allah SWT kita gapai kebahagiaan di dunia dan akherat.
KEBAHAGIAAN DUNIA AKHERAT
Setiap manusia menginginkan kesempurnaan dan kebahagian dalam segala aspek kehidupannya, baik secara lahir maupun secara batin. Secara lahir semua manusia menginginkan kesempurnaan dalam penciptaannya, tidak heran kalau semakin hari semakin banyak kita jumpai berbagai sarana untuk memperbaiki manusia secara lahir seperti alat –alat kecantikan sampai lembaga-lembaga kebugaran lainnya. Secara lahir manusia ingin kaya, mudah dalam segala-galanya serta menolak untuk hidup susah. Demikian juga secara batin, semua manusia menginginkan kebahagiaan batin, mereka menginginkan kedamaian serta ketenangan jiwa dalam mengarungi hidup di dunia ini. Tidak hanya sebatas di dunia, namun semua manusia menginginkan kebahagiaan di dunia ini juga kebahagiaan di akhirat nanti. Keinginan tersebut merupakan hal yang wajar dan manusiawi serta sesuai dengan fithrah diciptakannya manusia. Bahkan Rasulullah SAW selalu membaca doأ، sebagai berikut: Rabbanaa aatinaa fiddunya hasanatan wa fil-aakhirati hasanatan (Ya tuhan kami! Berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat), dalam sebuah hadits disebutkan bahwa doأ، ini merupakan salah satu doأ، yang paling sering dibacakan oleh baginda Rasulllah SAW.
Banyak cara dan methode yang ditempuh oleh manusia untuk menggapai kebahagiaan hidupnya. Dari cara yang diajarkan oleh Allah SWT melalui para utusannya sampai cara yang mereka temukan sendiri. Secara lahir, kita menyaksikan manusia bekerja dengan berbagai pekerjaannya untuk mencapai kebahagiaan duniawi yang mereka inginkan. Secara batin, kita menyaksikan banyak manusia yang berusaha untuk mendapatkan ketenangan batinnya dengan berbagai cara pula. Sebagai seorang muslim yang telah memiliki pegangan dalam menjalani hidup di dunia ini, tentu Allah SWT sudah menyiapkan sarana tersendiri untuk membahagiakan para hambaNya.
Tidak hanya kebahagian di dunia ini, tapi lebih penting lagi adalah untuk mencapai kebahagiaan setelah kehidupan dunia ini, kehidupan yang sebenarnya yang akan dihadapi oleh setiap hambaNya yaitu kehidupan akhirat. Dalam artikel sederhana ini, penulis mengajak kepada diri penulis sendiri dan juga kepada khalayak pembaca untuk bersama-sama berusaha mencari kebahagiaan dunia akhirat melalui ajaran dan tuntunan yang telah diajarkan dalam agama kita (Islam). Beberapa point yang penulis tulis dalam artikel ini mungkin bisa membuat kita bahagia di dunia dan akherat kelak. Penulis katakan beberapa point, karena masih banyak hal-hal lain yang telah diajarkan oleh agama kita dalam rangka menggapai kebahagiaan baik di dunia ini maupun di akherat kelak. Lebih-lebih bulan suci Ramadhan ini merupakan lembaga bagi setiap muslim untuk meningkatkan kualitas iman dan pribadi untuk menuju ketaqwaan sebagaimana yang diharapkan oeh setiap muslim sebagai hasil dari ibadah puasa selama sebulan ini. Beberapa point tersebut adalah sebagai berikut: Memperbaiki keyakinan kita kepada Allah SWT atau memperbaiki iman kita kepada Allah SWT.
Di bulan suci ini hendaknya kita kembali melihat dan mengevaluasi sejauh mana keimanan kita kepada Allah SWT telah kita tanamkan dalam hati kita. Sudahkah kita betul-betul percaya kepada Allah SWT dan tidak menggantungkan kepada selainNya? Diantara bukti bahwa kita benar-benar beriman kepada Allah SWT adalah tidak adanya kesangsian atau keraguan kita kepada Allah SWT atas apa yang ditetapkan oleh Allah SWT kepada kita, baik berupa kebaikan ataupun sebaliknya. Kita percaya penuh bahwa semua itu merupakan kebaikan yang diberikanNya kepada kita dan dibalik itu semua mengandung hikmah dan pelajaran. Tidak ada rasa pesimis dalam menghadapi kehidupan ini dan semuanya kita hadapi dengan penuh keoptimisan dan keyakinan kepada Allah SWT. Ciri lain adalah adanya keinginan kuat dalam diri kita untuk meneladani Rasulullah SAW dalam segala aspek kehidupan, baik kehidupan kita sendiri, keluarga maupun masyarakat kita. Karena Rasulullah SAW merupakan utusan yang dikirim oleh Allah SAW untuk menuntun seluruh manusia agar selalu berada dalam garis-garis yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Dua ciri diatas merupakan konsekuensi dari syahadatain yang telah diikrarkan oleh setiap muslim yaitu pengakuan bahwa tiada tuhan selain Allah SWT dan Muhammad adalah utusan Allah SWT dan dua ciri tersebut juga merupakan hakekat dari pengakuan tersebut. Di bulan suci Ramadhan ini kita berharap dan berdoa agar Allah SWT memberi kita hakekat syahadatain sehingga kita benar-benar mengimani Allah SWT dan dapat melaksanakan semua tuntunan yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Meningkatkan mutu dan kualitas shalat kita.
Bulan suci Ramadhan merupakan waktu yang sangat tepat bagi kita untuk meningkatkan mutu dan kualitas shalat kita. Karena pada bulan suci ini kita dinjurkan untuk memperbanyak ibadah dan diantaranya adalah shalat. Standar shalat yang kita harapkan adalah shalatnya para sahabat dan para hamba-hamba Allah SWT yang sholeh, karena untuk mencapai shalatnya Nabi sulit bagi kita. Kita berusaha sekuat tenaga untuk memperbaiki shalat kita sehingga shalat tersebut tidak hanya berupa gerakan fisik tetapi memiliki bekas dan pengaruh bagi kehidupan kita. Dengan shalat yang sempurna kita mengharap bisa mendapatkan nur (cahaya) Allah SWT. Diantara kiat untuk mencapai kesempurnaan shalat adalah dengan mengetahui hakekat shalat itu sendiri.
Bagaimana kita mengetahi hakekat shalat? Hakekat shalat dapat kita capai dengan mengkaji kembali makna shalat itu sendiri dengan sungguh-sungguh. Kiat lain untuk mencapai kesempurnaan shalat adalah dengan menyempurnakan wudhu dan tidak berwudhu dengan asal-asalan. Menyempurnakan wudhu merupakan langkah awal untuk meningkatkan mutu dan kualitas shalat kita. Di bulan suci Ramadhan ini kita berharap dan berdoأ،, semoga Allah SWT memberikan kita hakekat shalat dan kita mampu untuk melaksanakan shalat dengan mutu dan kualitas yang diharapkan oleh Allah SWT.
Ilmu dan Dzikir.
idak diragukan lagi bahwa ilmu adalah salah satu faktor terpenting untuk menggapai kebahagiaan di dunia dan di akherat kelak sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya: Barang siapa yang menginginkan dunia hendaklah dengan ilmu dan barang siapa yang menginginkan akherat maka hendaklah dengan ilmu dan barang siapa yang menginginkan keduanya maka hendaklah dengan ilmu. Perlu digarisbawahi disini, bahwa ilmu yang dimaksud disini adalah ilmu yang bermanfaat dan ilmu yang dapat mendekatkan diri kita kepada Allah SWT.
Apakah semua ilmu masuk dalam kategori ini? Itu semua kembali kepada pribadi yang memiliki ilmu tersebut. Pada hakekatnya semua ilmu bermanfaat bagi kita dan semuanya bisa mendekatkan diri kita kepada Allah SWT. Yang terpenting adalah bagaimana kita memotivasi diri kita untuk selalu belajar dan belajar agar mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan bisa mendekatkan diri kita kepada Allah SWT.
Demikian juga halnya dengan dzikir, dzikir adalah pekerjaan hati, dzikir adalah dengan selalu mengingat Allah SWT setiap saat dan dalam semua kondisi kita. Dzikir merupakan unsur penting untuk menggapai kebahagiaan dan ketenangan hati sebagai firman Allah SWT yang artinya: Ingatlah! Dengan mengingat Allah SWT hati akan tenang. Dengan mengingat Allah SWT maka Allah SWT juga akan selalu bersama kita dengan demikian pertolongan dan rahmat Allah SWT juga akan selalu tercurahkan kepada kita.
Bulan suci Ramadhan ini merupakan kesempatan bagi kita untuk meningkatkan volume dzikir kita kepada Allah SWT untuk kita teruskan nantinya diluar bulan Ramadhan. Dengan memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan dan memperbanyak mengingat Allah SWT kita gapai kebahagiaan di dunia dan akherat. Menghormati sesama muslim. Menghormati sesama manusia apalagi sesama muslim merupakan kewajiban bagi setiap individu. Dengan adanya saling menghormati diantara muslim maka akan terjadi hubungan yang baik diantara sesama kaum muslimin dan ini merupakan langkah awal untuk menciptakan rasa damai dan aman di muka bumi.
Apabila hubungan kita sesama muslim baik dan benar, maka akan baik dan benar pula hubungan kita dengan Allah SWT, dengan demikian Allah SWT akan ridho dengan kita. Keridhoan Allah merupakan kunci kesuksesan hidup baik di dunia maupun di akherat. Di bulan suci Ramadhan ini kita berusaha untuk memperbaiki hubungan kita dengan sesama muslim dengan menghilangkan rasa dendam, iri, dengki, hasud dan permusuhan diantara ummat Islam dan kita berusaha untuk memperbaiki hubungan antar sesama kita sehingga hubungan baik dengan Allah SWT juga bisa kita raih. Memperbaiki niat. Niat merupakan pokok dari segala pekerjaan, untuk itu sebelum kita melangkah kita perlu memperbaiki niat kita agar amal dan pekerjaan kita tidak sia-sia belaka. Sudah merupakan kewajiban bagi seorang muslim untuk meniatkan semua yang ia lakukan untuk Allah SWT semata.
Dengan demikian semua pekerjaan kita akan bernilai ibadah di hadapan Allah SWT dan Allah SWT akan memberinya balasan dan pahala sebagai bekal bagi kita untuk menempuh kehidupan di akherat nanti. Dengan niat yang Ikhlas untuk Allah SWT dalam segala pekerjaan berarti kita telah menginvestasikan saham untuk kebahagiaan di akherat nanti. Berdakwah. Berdakwah atau mengajak orang lain untuk berbuat baik dan beibadah kepada Allah SWT merupakan salah satu kewajiban bagi seluruh ummat Islam. Ini merupakan tugas mulia yang harus diemban bagi setiap hamba Allah SWT. Berdakwah tidak hanya dengan cara memberikan ceramah di hadapan orang banyak, banyak cara bisa kita lakukan dalam rangka berdakwah. Berdakwah bisa melalui tulisan bahkan berdakwah dapat kita lakukan dengan memberi contoh yang baik kepada orang lain dan inilah yang disebut dengan dakwah bilhal. Dakwah dan mengajak orang lain untuk berbuat baik adalah tanggung jawab setiap muslim sebagai khalifah Allah di muka bumi ini.
Menjaga kebersihan hati.

Hati adalah sumber dari segala-galanya dalam hidup kita, agar kehidupan kita baik dan benar, maka kita perlu menjaga kebersihan hati kita. Jangan sampai hati kita kita kotori dengan hal-hal yang dapat merusak kehidupan kita apalagi sampai merusak kebahagiaan hidup kita di dunia ini dan di akherat nanti. Untuk menjaga kebersihan hati maka kita juga perlu untuk menjaga penglihatan, pendengaran, pikiran, ucapan kita dari hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Dengan menjaga hal-hal tersebut kita dapat menjaga kebersihan hati kita. Dengan hati yang besih kita gapai kebahagiaan dunia dan akherat. Di bulan suci ini mari kita bersihkan hati kita dari segala kotorannya dengan memperbanyak mendekatkan diri kepada Allah SWT dan memperbanyak doأ، agar Allah SWT menganugrahkan kepada kita semua hati yang bersih dan selalu dekat denganNya. Itulah beberapa hal yang mungkin dapat kita jadikan landasan untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia ini dan juga sebagai bekal untuk menghadapi kehidupan akherat nanti. Mudah-mudahan Allah SWT memberi kita kekuatan untuk bisa melaksanakannya sehingga kita bisa menjadi hambaNya yang bertaqwa.