Bagi temen-temen yang mau memberi masukan silahkan aja kirim kritik dan saranya buat kemajuan blog ini... thanks be 4 (Muhammad Nur Syamsu & Rochma Safitri )
Kamis, 23 Agustus 2012
Selasa, 21 Agustus 2012
Pemintapun punya organisasi
:
Share
Penampakan
semacam itu adalah hal yang sering kita saksikan di kota besar seperti
Surabaya ini. Surabaya memang menjadi pusat urbanisasi dan menjadi
magnet bagi orang-orang yang hendak mencari penghidupan. Di kota ini,
orang-orang yang memiliki keahlian dan keterampilan akan lebih mudah
mendapat tempat (pekerjaan), sedangkan bagi mereka yang minim
keahlian/keterampilan juga akan mendapat tempat, dengan syarat ada usaha
yang keras dan tak kenal menyerah untuk bertahan dalam persaingan yang
ketat. Ada pula orang-orang yang tidak memiliki apa-apa—bahkan motivasi
untuk berkarya sekalipun—yang mereka miliki hanya telapak tangan untuk
menadah uang hasil kerja orang lain, inilah orang-orang yang telah kita
bicarakan di muka, mereka yang selalu bergentayangan di sekitar kita,
tak kenal waktu dan tak kenal tempat.
Alhasil, dari semua yang sudah kita bahas dapat disimpulkan bahwa keterhimpitan ekonomi (kemiskinan), keterbatasan fisik (ketuaan/cacat tubuh), faktor tradisi; kekurangan potensi sumber daya untuk dapat mengembangkan peluang; dan kondisi musiman, seperti ketika menjelang hari raya, adanya kemarau serta gagal panen di daerah asal, bukan sebab yang esensial dan mendasar mengapa seseorang memilih menjadi pengemis. Ketidakmampuan individu dalam menemukan makna hiduplah yang menyebabkan ia mengalami keputus-asaan, kehilangan kepercayaan diri dan kehilangan kebebasan untuk berkarya tanpa harus mengharap belas kasihan orang lain.
Akan tetapi sebelum lebaran kali ini saya melihat fenomena yang sangat luar biasa, saya sempat merasa curiga kenapa tak selang dari 5 menit selalu ada yang datang dan meminta didepan rumah bahkan ada 16 orang yang bergantian, akhirnya dari rasa kecurigaanku itupun menjadi motivasi saya untuk mengikuti sampai mana pengemis itu berjalan, sekitar 2 km di akhir gang saya melihat ada mobil pick up yang sudah naik beberapa pengemis...... dan kemudian pengemis yang saya ikutipun naik pick up tersebut...... hal ini yang membuat saya terkagum, rasa penasaran itu muncul menjadi suatu pertanyaan yang saya lontarkan kepada salah satu pengemis tersebut, dan alangkah lucunya ketika pengemis itu menjawab pertanyaan yang saya ajukan, " maaf mas, ini memang sudah menjadi tradisi kami dari desa sebelum lebaran kami sudah berkumpul dan membicarakan bersama, kami menyewa pickup untuk meminta dibeberapa titik yang nantinya hasilnya dikumpulkan dan dibagi rata..... " jelas sudah bahwa mereka pandai berorganisasi dan rapi..... dari yang saya lihat ternyata ada salah seorang yang mengaku sudah memiliki sepeda motor lebih dari dua, entah apa yang ada dibenak mereka, mungkin saja itu karena sudah menjadi faktor kebiasaan dan kesempatan sehingga mereka melakukan itu semua, terus terang saya salut dengan pengorganisasian mereka dan toleransi mereka terhadap sesama, tp saya juga merasa kasian dengan orang yang benar-benar sangat membutuhkan yang akhirnya pengemis dicap jelek karena mereka, tapi yang saya pikirkan sekarang yang namanya meminta berarti memang sangat membutuhkan kita hanya memberi tak perduli apapun itu, disamping itu keresahan juga menjadi renungan saya. Yang menilai kita sendiri.
Ketika naik bis kota, atau
melintasi persimpangan jalan yang ada lampu merahnya, atau berjalan di
trotoar di pusat kota, atau berada di keramaian, apa yang Anda temui di
sana? Ya, mungkin Anda melihat di sana ada pengemis-pengemis yang
bertebaran atau dalam pernyataan yang paling ekstrem kita katakan
’bergentayangan’. Mereka memang seperti hantu yang bergentayangan
menggoda manusia (orang lain) dalam penampakan yang berbeda-beda, ada
yang pura-pura cacat kakinya (buntung/lumpuh), ada yang mendandani
tubuhnya sehingga seolah-seolah mengidap sakit yang parah, menggunakan
bayi sewaan untuk memberi kesan ‘menderita’, ada pula yang hanya
memasang tampang melas, ada yang pura-pura buta, bahkan ada yang melakukannya dengan cara menodong orang demi mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Dari penelitian menyebut ada lima ketegori pengemis
menurut sebab menjadi pengemis, yaitu:
- Pengemis Berpengalaman: lahir karena tradisi. Bagi pengemis yang lahir karena tradisi, tindakan mengemis adalah sebuah tindakan kebiasaan. Mereka sulit menghilangkan kebiasaan tersebut karena orientasinya lebih pada masa lalu (motif sebab).
- Pengemis kontemporer kontinu tertutup: hidup tanpa alternatif. Bagi kelompok pengemis yang hidup tanpa alternatif pekerjaan lain, tindakan mengemis menjadi satu-satunya pilihan yang harus diambil. Mereka secara kontinyu mengemis, tetapi mereka tidak mempunyai kemampuan untuk dapat hidup dengan bekerja yang akan menjamin hidupnya dan mendapatkan uang.
- Pengemis kontemporer kontinyu terbuka: hidup dengan peluang. Mereka masih memiliki alternatif pilihan, karena memiliki keterampilan lain yang dapat mereka kembangkan untuk menjamin hidupnya. Hanya saja keterampilan tersebut tidak dapat berkembang, karena tidak menggunakan peluang tersebut dengan sebaik-baiknya atau karena kekurangan potensi sumber daya untuk dapat mengembangkan peluang tersebut.
- Pengemis kontemporer temporer: hidup musiman. Pengemis yang hanya sementara dan bergantung pada kondisi musim tidak dapat diabaikan keberadaannya. Jumlah mereka biasanya meningkat jika menjelang hari raya. Daya dorong daerah asalnya karena musim kemarau atau gagal panen menjadi salah satu pemicu berkembangnya kelompok ini.
- Pengemis rerencana: berjuang dengan harapan. Pengemis yang hidup berjuang dengan harapan pada hakikatnya adalah pengemis yang sementara (kontemporer). Mereka mengemis sebagai sebuah batu loncatan untuk mendapatkan pekerjaan lain setelah waktu dan situasinya dipandang cukup.
Dari
hasil penelitian di atas, kita ketahui bahwa mengemis merupakan pilihan
yang tidak semata-mata disebabkan oleh keterhimpitan ekonomi
(kemiskinan) atau keterbatasan fisik (ketuaan/cacat tubuh)—dua hal yang
sering dijadikan alasan tindakan mengemis—yang kedua-duanya menyebabkan
hilangnya kesempatan kerja, akan tetapi juga disebabkan faktor lain,
seperti faktor tradisi suatu masyarakat yang menjadikan mengemis sebagai
profesi; kekurangan potensi sumber daya untuk dapat mengembangkan
peluang; dan kondisi musiman, sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
Namun demikian, penelitian tersebut ternyata tidak memperhitungkan
faktor individu sebagai makhluk yang memegang nilai-nilai hidup, dengan
kata lain, hasil penelitian tersebut hanya dirumuskan berdasarkan
penemuan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi individu, padahal
faktor yang paling mendasar sebagai sebab individu memilih untuk
mengemis atau tidak mengemis adalah nilai-nilai yang dihayati individu.
Boleh saja stimulus-stimulus eksternal mendorong individu untuk
melakukan sesuatu, akan tetapi kalau ia memegang kuat nilai-nilai yang
berlawanan dengan dorongan stimulus tersebut apa individu akan megikuti
dorongan stimulus? Hidup kita, pilihan-pilihan kita dan keputusan untuk
berbuat atau tidak berbuat, sesungguhnya sadar atau tidak sadar telah
melalui pertimbangan nilai-nilai yang kita hayati.
Tulisan
di bawah ini akan mencoba untuk membuktikan bahwa nilai-nilai yang
dihayati oleh individu adalah faktor yang esensial dan mendasar yang
dapat menjelaskan mengapa individu pada akhirnya memutuskan untuk
menjadi pengemis, bukan faktor kemiskinan; keterbatasan fisik; tradisi;
kekurangan sumber daya; apalagi hanya sekadar faktor musiman: menjelang
hari raya, kemarau, dan gagal panen.
Saya
sering menemui orang-orang yang menurut saya “luar biasa”, ketika
orang-orang seperti mereka dan bahkan yang lebih beruntung dari mereka
memutuskan menjadi pengemis, mereka justru dengan tegar, dan tak kenal
menyerah melakukan pekerjaan yang mungkin kita anggap remeh, namun jauh
lebih terhormat daripada mengemis. Dalam kesempatan ini, saya akan
mengisahkan pengalaman bertemu dengan tiga orang yang telah menggugah
dan menyadarkan saya akan kekuatan jiwa mereka. Di sekitar rumah saya
ada seorang kakek menjajakan koran menggunakan sepeda pancal, dengan
teriakannya yang khas, “Koooran…Jawa Pos…SuryaaMemoRadar…”, ia mencoba
menarik minat pelanggannya, begitu selalu setiap pagi. Saya seringkali
terharu melihat kakek ini, betapa luar biasanya ia, melakukannya tak
kenal menyerah setiap hari, entah berapa keuntungan yang bisa ia
dapatkan hanya dengan menjual koran yang tak seberapa banyak, dan
pembeli yang jarang-jarang itu.
Ada
juga seorang nenek yang selalu membuat saya terenyuh bila berpapasan
dengannya. Nenek ini penjual jenang yang setiap hari mengitari daerah
tempat tinggal saya, dari pagi hari, siang hingga sore hari. Sungguh
luar biasa bagi saya, dengan penuh ketegaran nenek ini mendorong
grobaknya dan dengan suaranya yang melengking ia memanggil calon
pembeli. Saya merasa takjub dengan kebesaran dan kekokohan jiwanya serta
penerimaannya pada dirinya, orang lain dan dunia. Betapa masa tuanya
harus diisi dengan berjualan makanan yang mungkin tidak terlalu banyak
hasilnya.
Suatu hari saya
naik bemo dari Surabaya ke Sidoarjo, seperti biasa, kendaraan yang saya
tumpangi itu berhenti di depan RSUD Sidoarjo untuk mencari penumpang.
Di sisi kiri jalan, saya lihat tepat di samping kendaraan itu orang tua
yang lumpuh kakinya, ia duduk di atas kursi roda, di pangkuannya ada
kotak besar berisi berbagai macam merek rokok, ia seorang penjual rokok
yang cacat. Saya benar-benar terharu melihatnya, ia sudah tua, kakinya
lumpuh pula, tapi ia tetap bisa berkarya. Bagi saya ia seorang pejuang
yang tak kenal menyerah atau pun rendah diri dengan cacat yang diderita,
ia bekerja dan tak mengharapkan belas kasih orang lain, ia sedang
berjuang untuk menegakkan dirinya sendiri.
Orang-orang
yang telah dikisahkan di atas adalah mereka yang mengalami
keterhimpitan ekonomi (kemiskinan) atau keterbatasan fisik
(ketuaan/cacat tubuh) yang mestinya menyebabkan hilangnya kesempatan
kerja, namun nyatanya mereka masih tetap mampu bekerja tanpa harus
meminta-minta. Oleh karena itu kedua faktor yang ditengarahi sebagai
faktor penyebab individu mengemis tersebut dengan sendirinya harus kita
katakan sebagai bukan sebab yang esensial dan mendasar mengapa seseorang
memilih menjadi pengemis. Kenyataan ini juga menegaskan bahwa faktor
tradisi; kekurangan potensi sumber daya untuk dapat mengembangkan
peluang; dan kondisi musiman, seperti ketika menjelang hari raya, adanya
kemarau serta gagal panen di daerah asal hanyalah pseudo-faktor
dari penyebab menjadi pengemis. Kegagalan individu dalam memaknai
kehidupannyalah yang membawa ia terjerumus ke dalam kesia-siaan tanpa
karya (baca: mengemis). Nietzsche berkata, ”Dia yang punya alasan untuk
hidup adalah dia yang yang berdiri tegak bertahan tanpa bertanya
bagaimana caranya”. Mereka yang merasa punya sesuatu untuk dituntaskan
di masa depan, mereka yang punya keyakinan kuat, memiliki kesempatan
yang lebih banyak daripada mereka yang kehilangan harapan.
Dalam
pandangan Frankl, kehidupan manusia bertujuan untuk menemukan makna
hidup. Makna hidup adalah nilai-nilai yang berharga dan dihayati yang
membuat seorang individu merasa berharga dan mempunyai alasan untuk
hidup dan menegakkan dirinya. Apabila manusia gagal untuk menemukan
makna hidupnya, maka ia akan mengalami neurosis eksistensial (noögenik),
yaitu keadaan seseorang ketika dalam hidupnya merasa hampa, tidak
bermakna, tanpa tujuan, tanpa arah dan seterusnya. Hal inilah yang bisa
menjelaskan mengapa seseorang yang sehat, segar dan bugar dapat memilih
menjadi pengemis. Sedangkan mereka yang berhasil menemukan makna
hidupnya, maka ia akan memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk
bertahan menegakkan dirinya, hal inilah yang dicontohkan oleh ketiga
individu yang dikisahkan di atas.
Alhasil, dari semua yang sudah kita bahas dapat disimpulkan bahwa keterhimpitan ekonomi (kemiskinan), keterbatasan fisik (ketuaan/cacat tubuh), faktor tradisi; kekurangan potensi sumber daya untuk dapat mengembangkan peluang; dan kondisi musiman, seperti ketika menjelang hari raya, adanya kemarau serta gagal panen di daerah asal, bukan sebab yang esensial dan mendasar mengapa seseorang memilih menjadi pengemis. Ketidakmampuan individu dalam menemukan makna hiduplah yang menyebabkan ia mengalami keputus-asaan, kehilangan kepercayaan diri dan kehilangan kebebasan untuk berkarya tanpa harus mengharap belas kasihan orang lain.
Akan tetapi sebelum lebaran kali ini saya melihat fenomena yang sangat luar biasa, saya sempat merasa curiga kenapa tak selang dari 5 menit selalu ada yang datang dan meminta didepan rumah bahkan ada 16 orang yang bergantian, akhirnya dari rasa kecurigaanku itupun menjadi motivasi saya untuk mengikuti sampai mana pengemis itu berjalan, sekitar 2 km di akhir gang saya melihat ada mobil pick up yang sudah naik beberapa pengemis...... dan kemudian pengemis yang saya ikutipun naik pick up tersebut...... hal ini yang membuat saya terkagum, rasa penasaran itu muncul menjadi suatu pertanyaan yang saya lontarkan kepada salah satu pengemis tersebut, dan alangkah lucunya ketika pengemis itu menjawab pertanyaan yang saya ajukan, " maaf mas, ini memang sudah menjadi tradisi kami dari desa sebelum lebaran kami sudah berkumpul dan membicarakan bersama, kami menyewa pickup untuk meminta dibeberapa titik yang nantinya hasilnya dikumpulkan dan dibagi rata..... " jelas sudah bahwa mereka pandai berorganisasi dan rapi..... dari yang saya lihat ternyata ada salah seorang yang mengaku sudah memiliki sepeda motor lebih dari dua, entah apa yang ada dibenak mereka, mungkin saja itu karena sudah menjadi faktor kebiasaan dan kesempatan sehingga mereka melakukan itu semua, terus terang saya salut dengan pengorganisasian mereka dan toleransi mereka terhadap sesama, tp saya juga merasa kasian dengan orang yang benar-benar sangat membutuhkan yang akhirnya pengemis dicap jelek karena mereka, tapi yang saya pikirkan sekarang yang namanya meminta berarti memang sangat membutuhkan kita hanya memberi tak perduli apapun itu, disamping itu keresahan juga menjadi renungan saya. Yang menilai kita sendiri.
Minggu, 19 Agustus 2012
Mudik Lebaran, Pentiiing?????
:
Share
Begitu pentingkah mudik Lebaran ?
Ternyata tradisi mudik lebaran yang dari segolongan orang disepelekan , dianggap pemborosan, kurang berfikar secara rasional dan sebagainya , dari segolongan yang merupakan sebagian besar masyarakat Islam di Indonesia, MUDIK LEBARAN memang merupakan satu momentum untuk meraih kesejahteraan hidup Dunia dan Akherat.
Mudik lebaran merupakan satu momentum Silaturahim untuk Orang Tua, Sanak kerabat dan handai taulan. Walaupun Silaturahim sebetulnya tidak harus dilaksanakan hanya pada Hari Raya Iedul Fitri , tapi kondisi budaya yang telah membawa Iedul Fitri menjadi satu budaya Silaturahim akan mampu membawa yang semula mubah menjadi wajib atau haram.
Allah swt berfirman, “Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim.” (QS. 4:1).
“Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk. (QS. 13:21).
Bahkan Rosulullah saw menandaskan bahwa hanya orang-orang yang beriman kepada Allah swt dan hari akherat yang paling gigih menerapkannya.
Dari Abu Hurairah ra sesungguhnya Rosulullah saw bersabda “… barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akherat maka lakukanlah silaturahim.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kebaikan silaturahim yang sebenarnya tidak terikat hanya pada Hari Raya Iedul Fitri, menjadi lain bila dikaitkan dengan kewajiban berbakti kepada dua orang tua. Harapan Orang Tua untuk dapat bersilaturahim dengan anak-anaknya di Hari Raya Iedul Fitri membawa satu nilai tersendiri , membuat yang semula mubah menjadi wajib hukumnya.
Mengapa ?
Karena kondisi psikologi sosial , ketidak hadiran seorang anak pada Hari Raya Iedul Fitri tanpa adanya kesadaran dan realita adanya hambatan untuk berkunjung, dapat menjadi ukuran telah terjadinya pemutusan hubungan silaturahmi.
Kalau tidak ada hambatan? Mengapa tidak bisa datang ? adakah yang lebih penting untuk sekedar menyenangkan hati kedua orang tuanya ?
Hal seperti inilah yang hanya dimulai dengan rasa tidak penting , dapat memicu hilangnya Ridha Allah bagi seorang anak, karena kehilangan Ridha Kedua orang tuanya yang kecewa.
Ridho ALLAH tergantung kepada ridho kedua orang tua Ibu dan Bapak, sesuai sabda Rosululloh SAW :
“Ridho ALLAH tergantung kepada keridhoan orang tua dan murka ALLAH tergantung kepada kemurkaan orang tua” (HR Bukhori, Ibnu Hibban, Tirmidzi, Hakim)
Bagaimana bila seorang Istri dilarang oleh suaminya untuk bersilaturahmi pada dua orang tuanya padahal tidak ada satupun hambatan teknis yang menghalangi ?
Mengingat seorang istri harus patuh pada suaminya, maka hilanglah kewajibannya, walaupun sebenarnya seorang istri bila mempunyai kemampuan mendapat rukshah untuk tidak mematuhi perintah suaminya yang bertindak dzalim dengan memutus tali silaturahim.
surat An-Nisa:36, ALLAH berfirman:
“Dan sembahlah ALLAH dan janganlah menyekutukan-Nya dengan sesuatu, dan berbuat baiklah kepada kedua ibu bapak, kepada kaum kerabat, kepada anak-anak yatim, kepada orang-orang miskin, kepada tetangga yang dekat, tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya, sesungguhnya ALLAH tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri”
Adalah amal yang paling utama, sesuai sabda Rosulullah SAW :
“Aku bertanya kepada Nabi tentang amal-amal yang paling utama dan dicintai ALLAH. Nabi menjawab, pertama sholat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan sholat di awal waktu), kedua berbakti kepada kedua orang tua Ibu dan Bapak, ketiga jihad di jalan ALLAH (HR. Bukhori I/134, Muslim no 85)”
Berbakti kepada kedua orang tua , itu digolongkan sejajar dengan sholat yaitu setelah shalat tepat waktu.
Maka bersiap-siaplah seorang suami yang karena kesombongan diri atau alasan apapun yang dengan sengaja memutus tali silaturahmi antara Isterinya dengan kedua orang tuanya.
Dari Abu Muhammad Jubair bin Mut’im ra sesungguhnya Rosulullah saw bersabda,
“Tidak akan masuk surga orang yang memutus hubungan silaturahmi.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Akan dilaknat oleh Allah dan dimasukan kedalam neraka jahanam.
Q S. Ar Ra’d : 25.
Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam).
Q S. Muhammad : 22
Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?
Q S. Muhammad : 23
Mereka itulah orang-orang yang dila’nati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka.
Sudah sedemikian berat ancaman bagi orang yang dengan sengaja memutus hubungan Silaturahim, apa lagi memutus hubungan silaturahim kepada kedua orang tuanya bahkan karena kesombongannya memutus hubungan silaturahim Istrinya ( yang harus patuh dengan suaminya ) terhadap dua orang tuanya.
Kadang yang terjadi, karena seorang anak merasa lebih pandai, lebih segalanya dibanding kedua orang tuanya, atau merasa orang tuanya terlalu ikut campur masalah keluarganya, terlalu cerewet dan lain sebagainya, apa lagi hanya karena tersinggung atas kata-kata orang tuanya, maka Allah telah menurunkan ayat pula :
al-Isra ayat 23 ketika Allah berfirman, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
Inilah hal yang terjadi dimasyarakat, karena taqlit buta yang merasa tahu bahwa tidak ada ajaran Islam tentang kewajiban bersilaturahmi di Hari Raya Iedulfitri, kemudian melarang dirinya sendiri dan Isterinya untuk bersilaturahmi di Hari Raya Iedul Fitri kepada dua orang tuanya.
Ternyata tradisi mudik lebaran yang dari segolongan orang disepelekan , dianggap pemborosan, kurang berfikar secara rasional dan sebagainya , dari segolongan yang merupakan sebagian besar masyarakat Islam di Indonesia, MUDIK LEBARAN memang merupakan satu momentum untuk meraih kesejahteraan hidup Dunia dan Akherat.
Mudik lebaran merupakan satu momentum Silaturahim untuk Orang Tua, Sanak kerabat dan handai taulan. Walaupun Silaturahim sebetulnya tidak harus dilaksanakan hanya pada Hari Raya Iedul Fitri , tapi kondisi budaya yang telah membawa Iedul Fitri menjadi satu budaya Silaturahim akan mampu membawa yang semula mubah menjadi wajib atau haram.

“Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk. (QS. 13:21).
Bahkan Rosulullah saw menandaskan bahwa hanya orang-orang yang beriman kepada Allah swt dan hari akherat yang paling gigih menerapkannya.
Dari Abu Hurairah ra sesungguhnya Rosulullah saw bersabda “… barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akherat maka lakukanlah silaturahim.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kebaikan silaturahim yang sebenarnya tidak terikat hanya pada Hari Raya Iedul Fitri, menjadi lain bila dikaitkan dengan kewajiban berbakti kepada dua orang tua. Harapan Orang Tua untuk dapat bersilaturahim dengan anak-anaknya di Hari Raya Iedul Fitri membawa satu nilai tersendiri , membuat yang semula mubah menjadi wajib hukumnya.
Mengapa ?
Karena kondisi psikologi sosial , ketidak hadiran seorang anak pada Hari Raya Iedul Fitri tanpa adanya kesadaran dan realita adanya hambatan untuk berkunjung, dapat menjadi ukuran telah terjadinya pemutusan hubungan silaturahmi.
Kalau tidak ada hambatan? Mengapa tidak bisa datang ? adakah yang lebih penting untuk sekedar menyenangkan hati kedua orang tuanya ?
Hal seperti inilah yang hanya dimulai dengan rasa tidak penting , dapat memicu hilangnya Ridha Allah bagi seorang anak, karena kehilangan Ridha Kedua orang tuanya yang kecewa.
Ridho ALLAH tergantung kepada ridho kedua orang tua Ibu dan Bapak, sesuai sabda Rosululloh SAW :
“Ridho ALLAH tergantung kepada keridhoan orang tua dan murka ALLAH tergantung kepada kemurkaan orang tua” (HR Bukhori, Ibnu Hibban, Tirmidzi, Hakim)
Bagaimana bila seorang Istri dilarang oleh suaminya untuk bersilaturahmi pada dua orang tuanya padahal tidak ada satupun hambatan teknis yang menghalangi ?
Mengingat seorang istri harus patuh pada suaminya, maka hilanglah kewajibannya, walaupun sebenarnya seorang istri bila mempunyai kemampuan mendapat rukshah untuk tidak mematuhi perintah suaminya yang bertindak dzalim dengan memutus tali silaturahim.
surat An-Nisa:36, ALLAH berfirman:
“Dan sembahlah ALLAH dan janganlah menyekutukan-Nya dengan sesuatu, dan berbuat baiklah kepada kedua ibu bapak, kepada kaum kerabat, kepada anak-anak yatim, kepada orang-orang miskin, kepada tetangga yang dekat, tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya, sesungguhnya ALLAH tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri”
Adalah amal yang paling utama, sesuai sabda Rosulullah SAW :
“Aku bertanya kepada Nabi tentang amal-amal yang paling utama dan dicintai ALLAH. Nabi menjawab, pertama sholat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan sholat di awal waktu), kedua berbakti kepada kedua orang tua Ibu dan Bapak, ketiga jihad di jalan ALLAH (HR. Bukhori I/134, Muslim no 85)”
Berbakti kepada kedua orang tua , itu digolongkan sejajar dengan sholat yaitu setelah shalat tepat waktu.
Maka bersiap-siaplah seorang suami yang karena kesombongan diri atau alasan apapun yang dengan sengaja memutus tali silaturahmi antara Isterinya dengan kedua orang tuanya.
Dari Abu Muhammad Jubair bin Mut’im ra sesungguhnya Rosulullah saw bersabda,
“Tidak akan masuk surga orang yang memutus hubungan silaturahmi.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Akan dilaknat oleh Allah dan dimasukan kedalam neraka jahanam.
Q S. Ar Ra’d : 25.
Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam).
Q S. Muhammad : 22
Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?
Q S. Muhammad : 23
Mereka itulah orang-orang yang dila’nati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka.
Sudah sedemikian berat ancaman bagi orang yang dengan sengaja memutus hubungan Silaturahim, apa lagi memutus hubungan silaturahim kepada kedua orang tuanya bahkan karena kesombongannya memutus hubungan silaturahim Istrinya ( yang harus patuh dengan suaminya ) terhadap dua orang tuanya.
Kadang yang terjadi, karena seorang anak merasa lebih pandai, lebih segalanya dibanding kedua orang tuanya, atau merasa orang tuanya terlalu ikut campur masalah keluarganya, terlalu cerewet dan lain sebagainya, apa lagi hanya karena tersinggung atas kata-kata orang tuanya, maka Allah telah menurunkan ayat pula :
al-Isra ayat 23 ketika Allah berfirman, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
Inilah hal yang terjadi dimasyarakat, karena taqlit buta yang merasa tahu bahwa tidak ada ajaran Islam tentang kewajiban bersilaturahmi di Hari Raya Iedulfitri, kemudian melarang dirinya sendiri dan Isterinya untuk bersilaturahmi di Hari Raya Iedul Fitri kepada dua orang tuanya.
Antara maaf dan ikhlas
:
Share
Semua org mudah minta maaf maupun memaafkan, tp apakah mereka sepenuh hati demikian?
Selama orang tidak mengerti subtansi dan tujuan kedua kata tersebut, maka yang terjadi hanyalah silaturahmi semata. silaturahmi cenderung bersifat ekternal dan semacam formalitas sebagai manisia sosial. tapi kata memaafkan nilainya sama dengan mengampuni. memaafkan/mengampuni berarti memberi harapan baru kepada yang mnta maaf, sedangkan meminta maaf berarti menyadari bhwa mnusia membutuhkan kedamaian dan harapan baru dalam memulai cara hidup yang baru. sehingga meminta maaf tidak sekedar ingin damai sebagai makluk sosial semata, tapi secara utuh mnyadari kesalahan diri dan merubah gaya hidup lama dalam wujud pertobatan.
Maka kata memaafkan bukankah pintu gerbang untuk membuat dosa maupun
kesalahan lagi, tapi justru untuk menjadi pemicu suatu mindset/paradigma
baru dalam kehidupan selanjutnya yang baru. sehingga gak ada lagi
manusia menggunakan sifat manusiawinya sebagai alasan jika berbuat salah
dan dosa dengan kata ” MAKLUM…, NAMANYA MANUSIA TAK LEPAS DARI DOSA DAN
KEKILAFAN”. krn ini hnyalah kata2 busuk yang melemahkan manusia itu
sndiri,krn dipakai sbgai senjata membela diri, shg cnderung mengulangi
keslahannya lagi krn selalu ingin di maklumi.
Mari kiita tingkatkan gengsi kita sbg mnsia yg kuat dan mampu berbuat baik tnpa alasan. krn keledai pun gk akan jatuh pada lubang yg sama.
Keikhlasan dalam memaafkan lebih berharga dan bertuah dari pada memaafkan hanya untuk moment tertentu saja sedangkan esok dan lain waktu tak lagi diutarakan.... sungguh berjiwa besar orang yang ikhlas dalam memaafkan
Pertanyaanya : apakah sama saling memaafkan orang dewasa dengan yang dilakukan oleh anak Balita ?
Selama orang tidak mengerti subtansi dan tujuan kedua kata tersebut, maka yang terjadi hanyalah silaturahmi semata. silaturahmi cenderung bersifat ekternal dan semacam formalitas sebagai manisia sosial. tapi kata memaafkan nilainya sama dengan mengampuni. memaafkan/mengampuni berarti memberi harapan baru kepada yang mnta maaf, sedangkan meminta maaf berarti menyadari bhwa mnusia membutuhkan kedamaian dan harapan baru dalam memulai cara hidup yang baru. sehingga meminta maaf tidak sekedar ingin damai sebagai makluk sosial semata, tapi secara utuh mnyadari kesalahan diri dan merubah gaya hidup lama dalam wujud pertobatan.

Mari kiita tingkatkan gengsi kita sbg mnsia yg kuat dan mampu berbuat baik tnpa alasan. krn keledai pun gk akan jatuh pada lubang yg sama.
Keikhlasan dalam memaafkan lebih berharga dan bertuah dari pada memaafkan hanya untuk moment tertentu saja sedangkan esok dan lain waktu tak lagi diutarakan.... sungguh berjiwa besar orang yang ikhlas dalam memaafkan
Pertanyaanya : apakah sama saling memaafkan orang dewasa dengan yang dilakukan oleh anak Balita ?
Mendambakan Kebebasan Adalah Manusia yang Tidak Modern
:
Share
Saya mengatakan bahwa manusia yang mendambakan
kebebasan adalah manusia yang tidak moderen. Dalam konteks manusia
sebagai zoon politicon, dalam kontek manusia yang dalam hidupnya
bermasyarakat adalah tidak mungkin bisa hidup dalam kebebasan. Mau hidup
dalam kebebasan maka dia manusia harus hidup dalam keterkucilan atau
jadilah robinzon trussue.
Manusia maju atau manusia modern adalah manusia yang bisa hidup dalam
keterorgnisiran. Manusia yang hidup dalam keterorganisiran berarti ada
role of the game yang harus dirumuskan dan harus dipatahui; jika tidak
mematuhi maka harus siap menerima sangsi yang diatur dalam rule of the
game yang dibuatnya atau yang disepakati.
Jadi manusia yang mendambakan kebebasan dalam arti semau gue, adalah manusia tolol atau manusia primitif yang akalnya mengadopsi kehidupan binatang. Binatang hidup dalam komunitas kebebasan ,komunitas tanpa aturan, komunitas yang berdasarkan naluri hidupnya.
Mau hidup bebas tanpa terikat pada rule of the game, bisa tapi dalam komunitasnya sendiri dalam ruang dan waktu yang dikehendaki sendiri. Dan dalam kebebasan yang demikian itupun masih ada aturan-aturan yang harus dijalani.
Semisal mau hidup bebas semisal mau telanjang tanpa pakaian karena alasan hak asasi ya bisa , tapi ya dikomunitas yang sependapat demikian itu. Dan apakah kebebasan yang demikian diterima norma umum? silahkan difikir.
Lebih jauh lagi, kita hidup di Indonesia di negara Indonesia di suatu Organisasi Negara di suatu lembaga Negara; apakah bisa hidup dalam kebebasan tanpa aturan tanpa rule of the game. Taruhlah bisa, tapi apa jadinya jika hidup tanpa ikatan aturan yang mengatur? terjadilah kerusakan dimuka bumi ini, terjadilah bunuh membunuh , terjadilah permusuhan satu sama lain, pergaulan sex tanpa pernikahan, dengan siapapun bisa semisal dengan anak, ibu, bapak , kakek , nenek sendiri dan sebagainya. Yang kuat membunuh yang lemah., manusia yang satu akan menjadi srigala pada manusia lainnya; homo homoniu lopos. Uuh… tidak bisa membayangkan untuk menerima konsep kebebasan dalam hidup dan kehidupan. Sunggguh manusia bar bar yang demikian, manusia primitif yang akalnya tidak modern tidak berilmu pengetahuan atau lebih jauh tidak memiliki tuntunan agama.
Tolak konsep kebebasan, justru akan mencelakakan, konsep mundur menjadi manusia bar bar
.http://sosbud.kompasiana.com/2011/08/12/manusia-yang-mendambakan-kebebasan-adalah-manusia-yang-tidak-modern/

Jadi manusia yang mendambakan kebebasan dalam arti semau gue, adalah manusia tolol atau manusia primitif yang akalnya mengadopsi kehidupan binatang. Binatang hidup dalam komunitas kebebasan ,komunitas tanpa aturan, komunitas yang berdasarkan naluri hidupnya.
Mau hidup bebas tanpa terikat pada rule of the game, bisa tapi dalam komunitasnya sendiri dalam ruang dan waktu yang dikehendaki sendiri. Dan dalam kebebasan yang demikian itupun masih ada aturan-aturan yang harus dijalani.
Semisal mau hidup bebas semisal mau telanjang tanpa pakaian karena alasan hak asasi ya bisa , tapi ya dikomunitas yang sependapat demikian itu. Dan apakah kebebasan yang demikian diterima norma umum? silahkan difikir.
Lebih jauh lagi, kita hidup di Indonesia di negara Indonesia di suatu Organisasi Negara di suatu lembaga Negara; apakah bisa hidup dalam kebebasan tanpa aturan tanpa rule of the game. Taruhlah bisa, tapi apa jadinya jika hidup tanpa ikatan aturan yang mengatur? terjadilah kerusakan dimuka bumi ini, terjadilah bunuh membunuh , terjadilah permusuhan satu sama lain, pergaulan sex tanpa pernikahan, dengan siapapun bisa semisal dengan anak, ibu, bapak , kakek , nenek sendiri dan sebagainya. Yang kuat membunuh yang lemah., manusia yang satu akan menjadi srigala pada manusia lainnya; homo homoniu lopos. Uuh… tidak bisa membayangkan untuk menerima konsep kebebasan dalam hidup dan kehidupan. Sunggguh manusia bar bar yang demikian, manusia primitif yang akalnya tidak modern tidak berilmu pengetahuan atau lebih jauh tidak memiliki tuntunan agama.
Tolak konsep kebebasan, justru akan mencelakakan, konsep mundur menjadi manusia bar bar
.http://sosbud.kompasiana.com/2011/08/12/manusia-yang-mendambakan-kebebasan-adalah-manusia-yang-tidak-modern/
Selasa, 07 Agustus 2012
Menuai Manfaat dengan Buka Bersama di Bulan Suci
:
Share
Setiap datang
bulan ramadhan tentu saja istilah BuBer alias buka bersama sering kita
dengar. Undangan dan ajakan teman-teman kantor, teman sekolah, hingga
keluarga besar terus berdatangan. Tidak hanya itu, buka bersama biasa
diadakan untuk pelengkap kegiatan sosial seperti berkunjung ke rumah
yatim dan panti jompo.
Buka bersama dengan keluarga merupakan
kegiatan buka puasa yang paling sering kita lakukan, karena keluarga
merupakan orang terdekat kita dan yang paling kita sayangi, sehingga
kebanyakan dalam bulan Ramadhan kita melakukan buka puasa bersama dengan
keluarga. Dengan buka bersama keluarga, tentunya keluarga kita akan
menjadi rame dan terasa lengkap sehingga keharmonisan keluarga akan
tetap terjaga.
Manfaat ini bisa kita dapatkan ketika
sedang mengadakan kegiatan buka bersama dengan teman-teman kita.
Misalkan dengan cara membagi tugas masing-masing seperti “Laki-laki
mempersiapkan bahan sedangkan perempuan yang memasak”. Dengan demikian
kerjasama yang kita lakukan akan menjadi terpadu, sehingga tidak akan
ada lagi yang namanya “miss communication” dalam bekerjasama.
Khusus manfaat ini merupakan manfaat
yang sudah direncanakan. Misalkan seorang calon pemimpin yang mengadakan
kegiatan buka bersama yang diikuti oleh satu warga desa. Dengan
demikian warga akan menilai bahwa calon pemimpinya sanga baik dan
pemurah. Ini bisa dikatakan salah satu manfaat sosial juga karena
kegiatan buka bersama tersebut diikuti oleh banyak orang.




Ramadhan merupakan bulan yang memiliki banyak keutamaan
dan keberkahan yang melimpah didalamnya,karena didalamnya diturunkan
kalamullah yang mulia yakni Al-Qur’an,dan juga didalamnya terdapat
malam yang dinantikan oleh seluruh umat islam,suatu malam yang nilainya
lebih mulia dibandingkan seribu bulan (83 tahun 4 bulan). Bukan cuma
sebatas itu saja, ternyata bulan Ramadhan merupakan “momentum mempererat
tali silaturrahim”. Mengapa demikian,karena banyak hal,dan kegiatan di
dalam bulan Ramadhan yang membuat umat islam saling mempererat hubungan
silaturrahimnya. Contohnya di dalam bulan Ramadhan, Nabi SAW
memerintahkan umat islam agar memberi makan bagi orang yang
berpuasa,atau istilah lainnya “buka bersama”.
Terlepas dari manfaat buka bersama, yakni agar umat islam mampu merasakan nikmatnya makan dan minum bersama, karena setelah setengah hari menahan lapar dan dahaga. Ternyata dalam acara buka bersama,mengandung manfaat yang sangat besar dalam mempererat tali silaturrahim kita sesama umat islam. Karena di dalamnya kita saling bertemu muka,saling duduk berdampingan,tidak ada perbedaan yang kaya dan yang miskin,yang berpangkat dan yang tidak berpangkat,semua orang yang ada dalam acara buka bersama, saling bercengkrama satu sama lain,yang dulunya tidak akrab,menjadi akrab, yang dulunya tidak saling menyapa,kini jadi saling menyapa satu sama lain. Setelah itu kita bersama-sama menunaikan shalat magrib secara berjamaah,yang mungkin sebelumnya masjid cuma terisi tidak lebih dari satu shaf,namun karena adanya kebersamaan yang dijalin dalam momen buka bersama,menambah semangat kita agar ingin beribadah secara bersama-sama dalam hal berlomba-lomba dalam mendapatkan pahala di bulan suci Ramadhan. Shalat berjamaah makin mempererat hati kita sesama umat islam. Dan setelah shalat kita melakukan mushafahah,saling berjabat tangan. Dalam berjabat tangan mampu menghilangkan rasa dendam terhadap orang lain,memaafkan kesalahan orang yang pernah berbuat salah sama kita,dan yang paling penting makin mempererat tali persaudaraan kita sebagai umat islam
Itulah salah satu hikmah mengapa Nabi menyuruh kita dalam bulan ramadhan agar mampu memberi makan terhadap orang yang berpuasa, walau seteguk air atau sebiji kurma. Dan masih banyak lagi keberkahan dalam bulan Ramdhan yang manusia sendiri kadang tidak menyadarinya,maka berbahagialah orang yang bersungguh-sungguh beribadah secara totalitas dalam bulan suci ramadahan,karena ia akan di selimuti keberkahan dari Allah SWT. Semoga kita termasuk orang yang di anugerahi keberkahan oleh Allah dalam bulan suci Ramadhan sehingga kita mampu menjadi pribadi yang bertaqwa.**

Lalu apa manfaat sebenarnya dari buka bersama?
1. Menjaga keharmonisan Keluarga

2. Meningkatkan Kerja Sama

3. Meningkatkan Solidaritas
Secara etimologi Solidaritas memiliki
arti “kesetiakawanan atau kekompakan”. Ada sebuah Hadits Rasululllah SAW
mengenai solidaritas : “Perumpamaan orang-orang mumin dalam cinta dan
kasih sayangnya seperti badan manusia, apabila salah satu anggota badan
sakit maka seluruh anggota badan merasakannya”. Jadi dalam mengadakan
kegiatan buka bersama, jika sudah dilakukan dengan tugas dan porsinya
masing-masing, artinya tidak kurang dan tidak lebih. Maka ini akan
meningkatkan kekompakan dalam suatu komunitas atau organisasi, sehingga
hasil yang kita dapatkan Insya Allah akan sesuai apa yang kita inginkan.
4. Mengurangi Angka Kelaparan
Sebenarnya manfaat dari buka bersama ini
hanya beberapa persen saja. Karena kegiatan buka bersama ini biasanya
dilakukan oleh oknum-oknum tertentu saja, misalkan sebuah perusahaan
atau organisasi yang mengadakan syukuran dan mengundang kaum fakir
miskin.
5. Meningkatkan Harkat dan Martabat






Terlepas dari manfaat buka bersama, yakni agar umat islam mampu merasakan nikmatnya makan dan minum bersama, karena setelah setengah hari menahan lapar dan dahaga. Ternyata dalam acara buka bersama,mengandung manfaat yang sangat besar dalam mempererat tali silaturrahim kita sesama umat islam. Karena di dalamnya kita saling bertemu muka,saling duduk berdampingan,tidak ada perbedaan yang kaya dan yang miskin,yang berpangkat dan yang tidak berpangkat,semua orang yang ada dalam acara buka bersama, saling bercengkrama satu sama lain,yang dulunya tidak akrab,menjadi akrab, yang dulunya tidak saling menyapa,kini jadi saling menyapa satu sama lain. Setelah itu kita bersama-sama menunaikan shalat magrib secara berjamaah,yang mungkin sebelumnya masjid cuma terisi tidak lebih dari satu shaf,namun karena adanya kebersamaan yang dijalin dalam momen buka bersama,menambah semangat kita agar ingin beribadah secara bersama-sama dalam hal berlomba-lomba dalam mendapatkan pahala di bulan suci Ramadhan. Shalat berjamaah makin mempererat hati kita sesama umat islam. Dan setelah shalat kita melakukan mushafahah,saling berjabat tangan. Dalam berjabat tangan mampu menghilangkan rasa dendam terhadap orang lain,memaafkan kesalahan orang yang pernah berbuat salah sama kita,dan yang paling penting makin mempererat tali persaudaraan kita sebagai umat islam
Itulah salah satu hikmah mengapa Nabi menyuruh kita dalam bulan ramadhan agar mampu memberi makan terhadap orang yang berpuasa, walau seteguk air atau sebiji kurma. Dan masih banyak lagi keberkahan dalam bulan Ramdhan yang manusia sendiri kadang tidak menyadarinya,maka berbahagialah orang yang bersungguh-sungguh beribadah secara totalitas dalam bulan suci ramadahan,karena ia akan di selimuti keberkahan dari Allah SWT. Semoga kita termasuk orang yang di anugerahi keberkahan oleh Allah dalam bulan suci Ramadhan sehingga kita mampu menjadi pribadi yang bertaqwa.**
Keluarga harmonis dengan buka bersama
Pandangan Islam terhadap Harta, Kaya dan Kesederhanaan
:
Share
”Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’” [Al Baqarah:43]
”Sesungguhnya
Karun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap
mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta
yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang
kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: “Janganlah kamu
terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
terlalu membanggakan diri” [Al Qashash:76]
Ayat di atas jelas bahwa menjadi kaya bukanlah tujuan dalam Islam. Untuk memperjelas saya tampilkan lagi ayat yang lain:
”Makanlah
dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan
tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada
fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” [Al An’aam:141]
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” [Al Israa’:26-27]
Inilah sunnah Nabi kita. Kaya,
tapi memilih menyumbangkan kekayaannya untuk kejayaan Islam. Bukan
menumpuk-numpuk kekayaannya untuk bermegah-megahan seperti dalam surat
At Takatsuur.
Coba
bayangkan pasukan mana yang akan menang? Jenderal yang memilih dana
yang ada untuk membeli mobil mercy dan jaguar sementara panser amfibinya
dibiarkan tua (buatan tahun 1962) dan bisa tenggelam dilaut dengan
sendirinya atau jenderal yang memilih mobil yang sederhana dan membeli
mobil tank yang canggih untuk anak buahnya?
Allah
SWT berkata, ”Engkau tak akan mendapatkan kebaikan apa pun hingga
kalian menyedekahkan sebagian harta yang paling kalian
cintai.Ketahuilah, apa pun yang kalian infakkan, Allah pasti
mengetahuinya.” (Ali ‘Imran: 92).
Saya
membaca satu tulisan dari seorang ustad yang cukup terkenal tentang
“Pandangan Islam terhadap Harta.” Isinya cukup bagus, di antaranya
mengajarkan pembaca untuk jadi kaya sehingga bisa menggunakannya untuk
kebaikan.
Meski
demikian ada beberapa hal yang sepertinya kurang pas dan mengganjal di
hati saya. Misalnya karena ingin kaya akhirnya begitu melihat rumah dan
mobil bagus lalu mengelus-elus rumah dan mobil bagus milik orang lain
yang diinginkannya. Ini sama sekali bukan sunnah Nabi dan para sahabat.
Mereka tidak pernah mengelus-elus rumah atau kendaraan orang lain hanya
karena ingin memiliki itu. Atau gaya hidup mewah seperti punya pesawat
jet pribadi, naik pesawat first class, mobil mewah, dan makan makanan
enak. Begitu pula dengan beberapa bacaan penulis Barat seperti Robert
Kiyosaki yang meski sempat saya baca cukup bagus, namun tidak semuanya
bisa jadi pegangan karena akhirnya mengarah pada spekulasi saham dan MLM
(Buku-buku seperti itu memang jadi pegangan aktivis MLM).
Beberapa
panutan yang ditonjolkan juga merupakan orang-orang kaya yang
bermasalah di mana ada yang merupakan penghutang BLBI trilyunan rupiah
dan juga keluarganya melakukan penundaan pembayaran hutang ganti rugi
rumah dan tanah kepada warga Porong yang mereka rugikan, serta menjual
media TV yang mereka miliki kepada konglomerat media Yahudi, Rupert
Murdoch. Padahal ini tidak sesuai ajaran Islam:
Orang kaya yang menunda-nunda (mengulur-ulurkan waktu) pembayaran hutangnya adalah kezaliman. (HR. Bukhari)
Seorang
ulama harusnya mewarnai ummatnya dengan sibghatullah. Bukan justru
diwarnai ummatnya terutama dengan hal-hal yang kurang sesuai dengan
ajaran Islam.
Sebagai
orang Islam, pedoman kita adalah Kitabullah Al Qur’an dan Sunnah Nabi.
Insya Allah, Al Qur’an itu Haq dan Nabi itu maksum terjaga dari dosa dan
kesalahan. Ada pun manusia biasa termasuk ulama tidak lepas dari salah dan lupa.
Dari
berbagai ayat Al Qur’an dan Hadits yang saya baca, saya mengambil
kesimpulan bahwa Islam itu menganjurkan ummatnya untuk memberi. Bukan
untuk menjadi kaya. Contohnya kita disuruh membayar zakat dan juga
bersedekah.
Mungkin ada yang bertanya, ”Apa bedanya ”Memberi” dengan ”Menjadi Kaya”? Bukankah untuk memberi kita harus kaya?”
Meski
sekilas ”Memberi” sama dengan ”Menjadi Kaya”, tapi tidak serupa. Betapa
banyak orang yang kaya tapi tidak mau bayar zakat atau bersedekah?
Sebaliknya berapa banyak orang miskin atau yang hidupnya biasa saja tapi
justru rajin berzakat dan sedekah? Banyak orang yang kaya tapi tidak
berhaji. Sebaliknya banyak orang yang pas-pasan seperti TKI dan TKW
malah bisa naik haji.
Mungkin ada yang bertanya, ”Apa iya orang miskin atau pas-pasan bisa sedekah/bayar zakat?” Jawabnya bisa:
Dari
Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya: Wahai Rasulullah,
sedekah apakah yang paling mulia? Beliau menjawab: “Sedekah orang yang
tak punya, dan mulailah memberi sedekah atas orang yang banyak
tanggungannya. Dikeluarkan oleh Ahmad dan Abu Dawud. Hadits shahih
menurut Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim.
Bukan cuma dari hadits, ini pengalaman saya sendiri. Sebagai
Ketua sebuah organisasi, beberapa orang menyumbang melalui saya.
Ternyata penyumbang terbesar itu bukanlah orang yang kaya menurut
pandangan ustad tersebut. Luas rumahnya paling tidak lebih dari 30 m2,
mobil dan motor dia tidak punya. Namun dia menyumbang laptop dan palmtop
(paling tidak nilainya Rp 3 juta) untuk ummat sambil memberi uang cash
Rp 200 ribu. Dia jamu saya dengan makanan dan teh botol. Anggota-anggota
lain yang punya mobil dan rumah bagus belum tentu bisa begitu. Ustad
yang menerima laptop tersebut rumahnya dan sofanya jauh lebih bagus
daripada rumah teman saya yang menyumbang. Teman saya bahkan tak punya
sofa/kursi dan meja di ruang tamunya.
Sebalik
ketika saya bersama teman-teman berkunjung ke rumah orang kaya di
bilangan Jakarta Selatan, masya Allah. Meski lewat waktu makan malam
cuma dihidangi minum saja sehingga perut kelaparan. Sampai di rumah
sekitar jam 23:30 malam saya makan malam sambil gemetaran…Padahal orang
kaya ini (Direktur Utama berbagai perusahaan besar di Indonesia)
rumahnya sangat besar, mobilnya mewah dan banyak.
Kalau
disuruh memilih harus bertamu ke siapa, saya tidak akan ragu untuk
memilih bertamu ke rumah teman saya yang biasa saja tapi gemar memberi
ketimbang ke rumah orang kaya namun ”hematnya” minta ampun…
Dalam
Islam, yang diperintahkan adalah membelanjakan harta untuk kebaikan.
Bukan menjadi kaya. Misalnya dalam rukun Islam tidak ada perintah jadi
orang kaya. Yang ada adalah membayar zakat dan pergi berhaji JIKA mampu.
Saat ini saya melihat sebagian orang menganggap bahwa Islam mengharuskan ummat Islam harus kaya dengan alasan Nabi dulu kaya dan banyak perintah Islam seperti Zakat, Haji, Sedekah mensyaratkan adanya kekayaan.
Meski
sekilas kelihatan benar, namun kiranya hal itu kurang tepat. Apalagi
jika akhirnya untuk menjadi kaya semua cara dihalalkan dan
membelanjakannya pun dengan bermewah-mewah serta memandang hina orang
miskin.

”Dan
(ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu):
Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada
ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta
ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan
tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali
sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.” [Al
Baqarah:83]
”Dan
dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang
kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi
Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” [Al
Baqarah:110]
Ayat-ayat
Al Qur’an di atas cukup jelas bahwa Islam memerintahkan ummatnya untuk
membayar zakat dan bersedekah kepada kerabat dan fakir miskin. Bukan
menjadi kaya karena berapa banyak orang yang kaya tapi tidak bayar zakat
dan bersedekah.
Hadits
Nabi ”Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah” adalah
himbauan untuk memberi. Artinya orang yang memberi lebih mulia daripada
orang yang meminta. Bukan orang kaya lebih mulia dari pada orang miskin. Berapa banyak orang yang kaya tapi dari hasil minta-minta suap atau komisi dan enggan bersedekah.
Menjadi
kaya bukanlah tujuan dalam Islam. Berapa banyak orang yang kaya, tapi
dilaknat Allah dalam Al Qur’an. Contohnya Karun. Kekayaannya sangat
besar, namun karena sombong dan enggan menolong, dia mati dibenamkan ke
dalam bumi oleh Allah SWT.
Saking kayanya Karun, kunci-kunci gudang hartanya saja sangat berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat macam Ade Rai…:

Bukan hanya Karun orang kaya yang disiksa Allah. Sebelumnya banyak orang-orang yang lebih kaya juga dibinasakan oleh Allah SWT:
Karun
berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada
padaku”. Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah
membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan
lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.” QS 28.78
Mengharap kaya seperti Karun bukanlah ajaran Islam:
”Maka
keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah
orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: “Moga-moga kiranya kita
mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia
benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar”.
Berkatalah
orang-orang yang dianugerahi ilmu: “Kecelakaan yang besarlah bagimu,
pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal
saleh, dan tidak diperoleh pahala itu kecuali oleh orang-orang yang
sabar”.[Al Qashash:79-80]
Allah membenamkan Karun beserta hartanya ke dalam bumi dan orang yang ingin kaya seperti Karun menyesal:
”Maka
Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada
baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah. dan
tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).
Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Karun itu. berkata:
“Aduhai.
benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari
hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan
karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula).
Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat
Allah)”. [Al Qashash:81-82]

”Bermegah-megahan telah melalaikan kamu” [At Takatsuur:1]
Harta/kekayaan tidak ada manfaatnya jika dari yang haram atau tidak digunakan di jalan Allah:
”Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.” [Al Lahab:2]
Dalam
hal mencari kekayaan, orang sering lupa sehingga yang haram menjadi
halal. Indonesia adalah merupakan satu negara terkorup di dunia padahal
mayoritasnya ummat Islam. Karena ingin kaya, banyak ummat Islam memilih
jalan pintas dengan korupsi, mendapat komisi, dan sebagainya.
Banyak
pejabat yang tidak mau kerja kecuali jika diberi uang padahal
sebetulnya itu memang pekerjaan yang harus dia kerjakan. Sebagai contoh
baru-baru ini ada berita Gubernur BI memberikan uang milyaran rupiah
kepada DPR agar DPR membuat UU tentang BLBI. Untuk apa DPR diberi uang
padahal membuat UU memang tugas mereka? Anggota DPR yang sebagian
berasal dari Parpol Islam kan sudah digaji besar untuk membuat UU,
mengapa harus diberi uang lagi? Inilah akibatnya jika kekayaan jadi
tujuan utama seorang Muslim.
Rasulullah
SAW berkata: ”Demi Allah, bukan kefakiran yang aku khawatirkan terhadap
kalian, tetapi yang aku khawatirkan adalah jika kekayaan dunia
dilimpahkan kepada kalian sebagaimana telah dilimpahkan kepada
orang-orang sebelum kalian, kemudian kalian akan berlomba-lomba
mendapatkannya sebagaimana mereka berlomba-lomba dan akhirnya dunia itu
membinasakan kalian sebagaimana ia telah membinasakan mereka.” (Shahih Muslim No.5261)
Dalam
surat Al Maa’uun disebut bahwa orang yang enggan menolong anak yatim
dan fakir miskin dengan barang berguna sebagai pendusta agama meski dia
sholat:
”Tahukah kamu orang yang mendustakan agama?
Itulah orang yang menghardik anak yatim,
dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat,
(yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya,
orang-orang yang berbuat ria.
dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” [Al Maa’uun:1-7]
Allah tidak memandang apakah orang itu kaya atau banyak harta:
”Dan
orang-orang yang di atas A’raaf memanggil beberapa orang (pemuka-pemuka
orang kafir) yang mereka mengenalnya dengan tanda-tandanya dengan
mengatakan: “Harta yang kamu kumpulkan dan apa yang selalu kamu
sombongkan itu, tidaklah memberi manfaat kepadamu.” [Al A’raaf:48]
Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan:

Orang
yang hidup mewah secara berlebih sulit untuk bersedekah. Sebagai
contoh, orang yang hartanya Rp 10 milyar, jika dia hemat dia hanya
memakai Rp 1 milyar untuk kebutuhan hidupnya dan Rp 9 milyar
dibelanjakan di jalan Allah. Tapi orang yang hidup boros, misalnya ada
orang yang barang-barang melekat di badannya (pakaian, sepatu, jam
tangan) saja sudah Rp 2 milyar, bisa menghabiskan Rp 10 milyar untuk
bermewah-mewahan sehingga tidak ada lagi uang tersisa untuk zakat dan
sedekah. Bahkan bisa jadi pengeluarannya berlebih hingga terbelenggu
hutang.
Mengenai
pandangan hidup mewah untuk ”meningkatkan kualitas hidup”, adakah itu
sesuai Al Qur’an dan Sunnah Nabi? Allah melarang kita
menghambur-hamburkan harta secara boros. Sebaliknya memerintahkan kita
untuk bersedekah:
”Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.

Nabi
Muhammad sendiri selaku Nabi dan pimpinan negara di mana kerajaan
Romawi dan Persia sudah hampir jatuh di tangannya meski kaya menolak
hidup mewah. Pada
zaman Sahabat kedua kerajaan besar itu takluk di tangan Islam. Tidak
seperti Raja Romawi dan Persia yang hidup mewah bergelimang harta,
beliau hidup sederhana. Nabi tidur hanya beralaskan pelepah kurma
sementara perabot rumahnya sedikit sekali sehingga membuat Umar ra
menangis terharu:
Kisah
Umar ra: Aku (Umar) lalu segera masuk menemui Rasulullah saw. yang
sedang berbaring di atas sebuah tikar. Aku duduk di dekatnya lalu beliau
menurunkan kain sarungnya dan tidak ada sesuatu lain yang menutupi
beliau selain kain itu. Terlihatlah tikar telah meninggalkan bekas di
tubuh beliau. Kemudian aku melayangkan pandangan ke sekitar kamar
beliau. Tiba-tiba aku melihat segenggam gandum kira-kira seberat satu
sha‘ dan daun penyamak kulit di salah satu sudut kamar serta sehelai
kulit binatang yang belum sempurna disamak. Seketika kedua mataku
meneteskan air mata tanpa dapat kutahan. Rasulullah bertanya: Apakah
yang membuatmu menangis, wahai putra Khathab? Aku menjawab: Wahai
Rasulullah, bagaimana aku tidak menangis, tikar itu telah membekas di
pinggangmu dan tempat ini aku tidak melihat yang lain dari apa yang
telah aku lihat. Sementara kaisar (raja Romawi) dan kisra (raja Persia)
bergelimang buah-buahan dan sungai-sungai sedangkan engkau adalah utusan
Allah dan hamba pilihan-Nya hanya berada dalam sebuah kamar pengasingan
seperti ini. Rasulullah saw. lalu bersabda: Wahai putra Khathab, apakah
kamu tidak rela, jika akhirat menjadi bagian kita dan dunia menjadi
bagian mereka? [Muslim]
Keluarga Nabi tidak pernah 3 hari berturut-turut makan dengan kenyang. Selalu ada saat kelaparan setiap 3 hari.
‘Aisyah
melaporkan: Tidak pernah keluarga Muhammad (SAW) makan sampai kenyang
dengan roti gandum untuk tiga malam berturut-turut sejak kedatangan
mereka di Medina hingga wafatnya” [Muslim]

Para sahabat seperti Usman
bin Affan menyumbang sepertiga hartanya untuk jihad di jalan Allah.
Umar bin Khothob menyumbang separuh hartanya. Dan Abu Bakar menyumbang
seluruh hartanya. Mereka menggunakan hartanya untuk memperkuat Islam
sehingga persenjataan ummat Islam kuat dan lengkap dan bisa membiayai
tentara yang tidak mampu secara finansial. Bukan untuk kepentingan
pribadi secara berlebihan. Nah, semangat memberi, semangat berinfak inilah yang harus kita tiru.
Sempat
para sahabat dalam 7 peperangan sampai makan belalang karena lapar.
Pernah juga mereka makan seekor kambing yang dimakan beramai-ramai.
Meski hidup prihatin, namun Nabi dan para sahabat dalam berjihad justru
luar biasa hebatnya sehingga dua super power dunia waktu itu, Romawi dan
Persia tidak dapat menaklukkan pasukan Islam. Justru
merekalah yang tunduk. Harta yang ada digunakan bukan untuk kepentingan
pribadi atau hidup mewah, tapi digunakan untuk melengkapi kendaraan,
senjata, dan juga logistik untuk jihad.

Mana
yang lebih baik? Jenderal yang memakai uang yang ada untuk beli pesawat
pribadi yang mewah sementara anak buahnya naik pesawat tua Hercules
yang umurnya hampir setengah abad sehingga belum kena peluru lawan sudah
jatuh dengan sendirinya atau jenderal yang sederhana dan naik pesawat
terbang dinas yang dipakai bersama-sama rekannya kemudian menggunakan
sisa uangnya untuk pesawat tempur yang canggih?
Banyak
orang-orang Arab yang kaya, tapi mereka tidak mampu mengalahkan Israel
karena mereka lebih memilih menggunakan kekayaannya untuk hidup mewah.
Bukan untuk membeli persenjataan yang bagus dan lengkap guna berjihad di
jalan Allah. Orang-orang Arab yang jumlahnya 200 juta orang tak mampu
mengalahkan orang Israel yang hanya 4 juta orang.
Tsaubah
ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Nyaris orang-orang kafir
menyerbu dan membinasakan kalian seperti menyerbu makanan di atas
piring. Berkata seseorang: Apakah karena jumlah kami sedikit waktu itu?
Beliau bersabda: Bahkan kalian pada waktu itu banyak sekali, akan tetapi
kamu seperti buih di lautan. Dan Allah mencabut rasa takut
musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu
penyakit wahn. Seseorang bertanya: Wahai Rasulullah, apakah wahn itu?
Beliau bersabda: Cinta dunia dan takut mati”. (Riwayat Abu Dawud no.
4297. Ahmad V/278. Abu Na’im dalam Al-Hilyah)
Di
Indonesia banyak orang miskin dan senjatanya sedikit serta antik-antik.
Apakah kita kekurangan uang? Tidak juga. Para pejabat kita umumnya
tidak mempergunakan uang yang ada untuk mensejahterakan rakyatnya. Tapi
untuk memperkaya pribadi. Tak heran jika hartanya puluhan milyar rupiah
dan sering tidak sesuai dengan gaji yang mereka terima. Banyak yang
menghabiskan Rp 2-3 milyar rupiah untuk satu pernikahan anaknya. Jumlah
ini sebenarnya cukup untuk memberi rumah tempat berteduh 80 orang.
Tentu
saja ini bukan berarti ummat Islam harus malas mencari rezeki dan hidup
miskin. Sebagaimana Sunnah Nabi dan contoh para sahabat, Nabi bisa kaya
dan hidup mewah jika mau. Tapi beliau lebih memilih untuk bersedekah
dan membelanjakan hartanya di jalan Allah:
Istri
Nabi, ’Aisyah berkata bahwa pernah Nabi pagi-pagi mendapat hadiah yang
banyak. Namun sebelum petang tiba harta tersebut sudah habis dibagikan
untuk fakir miskin. Itulah akhlak Nabi sesuai ayat Al Qur’an di bawah:

”Dan
belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah,
karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” [Al
Baqarah:195]
Nabi
memiliki rumah untuk berteduh, kendaraan untuk dakwah dan jihad, baju
zirah dan pedang untuk berperang. Idealnya para Muslim memiliki hal itu.
Nabi memilih yang terbaik manfaatnya, tapi bukan yang termewah/mahal.
Sebagai contoh Nabi memilih cincin perak untuk stempel ketimbang cincin
emas. Nabi juga memilih baju zirah dan pedang dari baja yang kuat
ketimbang emas 24 karat yang lunak.
Bukankah
ketika kita mencari rezeki, akan terlihat perbedaannya antara orang
yang niatnya hanya untuk kaya sehingga bisa punya rumah dan mobil mewah
serta makan enak dengan orang yang ingin membelanjakan hartanya di jalan
Allah lillahi ta’ala?
Jadi
luruskan niat kita lillahi ta’ala. Masih banyak orang miskin di sekitar
kita, bahkan banyak yang bunuh diri karena kemiskinan. Bantu mereka.
Jangan habiskan harta kita karena gaya hidup kita yang boros.
Dari Umar bin Khottob ra dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rosululloh SAW bersabda: ’Sesungguhnya seluruh amal tergantung kepada niat,
dan setiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya. Oleh karena itu,
barangsiapa yang berhijrah karena Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrahnya
kepada Alloh dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah untuk
mendapatkan dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka
hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuannya (niatnya).’”
(Bukhari-Muslim)
Jadi niatkan semua untuk Lillahi ta’ala. Bukan yang lainnya seperti dunia atau harta.
Saat ini bermunculan motivator Islam. Ini
bagus. Tapi jangan sampai kita mengikuti motivator Barat sehingga
akhirnya tenggelam pada materialisme/duniawi. Meski Islam MELARANG kita
melupakan dunia, namun Islam mengajarkan kita mengutamakan akhirat:
”Dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari kenikmatan
duniawi” [Al Qashash:77]
”Barangsiapa
menghendaki kehidupan dunia, maka Kami segerakan baginya di dunia dan
Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan
tercela dan terusir” [Al Israa’:18]
Allah
mengingatkan kita bahwa akhirat lebih baik dan kekal dari dunia karena
manusia memang cenderung pada dunia hingga banyak yang lupa akan
akhirat:
”Sungguh hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada dunia” [Adh Dhuhaa:4]
”Akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal” [Al A’laa:17]
Di Indonesia banyak orang miskin. Menurut media VHR, 50.000 rakyat Indonesia bunuh
diri karena kemiskinan dalam 3 tahun terakhir. Bahkan di media Surya
Online diberitakan ada anak SD usia 11 tahun yang bunuh diri karena
tidak kuat menahan lapar dan sakit maag yang diderita karena dia hanya
sanggup makan sekali sehari. Tidak sepantasnya ummat Islam hidup
bermewah-mewah sementara mayoritas rakyat hidup miskin karena ini tanda
dari kurangnya iman:
”Tidak
beriman kepadaku orang yang tidur dengan kenyang sementara tetangganya
lapar padahal dia mengetahui hal itu.” (HR. Al Bazzaar)
Jumat, 03 Agustus 2012
4 Hal yang Dengannya Diraih Kebahagiaan Dunia-Akhirat Posted
:
Share
Padahal kehidupan di dunia ini hanyalah sementara sedangkan di akhirat kekal abadi. Tidak salah bila solusi terbaik baik setiap problematika manusia berujung pada agama, yang meyakini bahwa kebahagiaan tidak selalu identik dengan materi dan tidak hanya dengan akal saja. Sejalan dengan hal ini bila tujuan kebahagiaan manusia telah diluruskan menjadi tujuan yang hakiki, kebahagiaan dunia dan akhirat dijaminkan atas dirinya. Ada resep bagi orang-orang yang beriman (a.k.a meyakini hari akhirat) untuk mendapatkan kebahagiaan dunia-akhirat yaitu:
Hati yang bersyukur.
Sifat manusia yang tidak pernah puas itu mendorong manusia untuk
terus-menerus mengejar dunia meskipun sebagian besar kenikmatan duniawi
telah dicapai. Padahal tidak ada jaminan bagi siapapun yang telah
mendapatkan kenikmatan dunia akan mendapati kebahagiaan, contohnya
seseorang yang dulunya pas-pasan sehingga ke mana-mana naik motor berdua
dengan istrinya. Setelah sukses dan bisa membeli mobil, masing-masing
pergi dengan mobilnya sehingga akhirnya bercerai karena suatu sebab.
Tinggallah penyesalan, “Mending dulu ya waktu masih susah rukun dengan istri/suami …”
Lain dengan orang yang hatinya bersyukur, akan muncul sifat qona-ah
(merasa cukup dengan yang dimiliki dan tidak dengki dengan kelebihan
orang lain) sehingga tidak mudah tergoda bisikan setan yang mendorong
untuk mendapatkan kenikmatan dengan cara yang keliru. Meskipun hidup
dalam kekurangan, ketika hati bersyukur tidak merasa susah karena
kebahagiaan hakiki adanya di hati.

Lisan yang selalu berdzikir (mengingat Allah).
Sumber malapetaka manusia salah satunya bersumber dari lisannya. Ketika
seseorang tidak bisa mengendalikan lisannya maka kecelakaanlah yang
akan didapatkannya. Namun sebaliknya, bila lisan selalu digunakan untuk
kebaikan dan banyak mengingat Allah, maka kebahagiaan akan didapati
meskipun dalam kondisi apapun. Lisan yang digunakan untuk beribadah dan
saling menasihati untuk kebaikan akan memberikan manfaat bagi
pemiliknya, di dunia maupun di akhirat. Allah akan mengabulkan setiap
doa hambanya, karenanya lisan yang digunakan untuk memperbanyak berdoa
adalah sikap terbaik bagi setiap manusia. Karenanyalah kebahagiaan dunia
dan akhirat akan diperoleh.
Badan yang sabar dengan cobaan.
Badan adalah nikmat yang Allah berikan kepada setiap manusia, dengannya
manusia menggapai harapan kebahagiaannya di dunia. Sayangnya tidak
jarang manusia menggunakannya juga untuk bermaksiat, sehingga meskipun
ia mendapatkan kenikmatan tetapi hakikatnya akan menjerumuskan ia ke
dalam jurang kenistaan. Setan selalu menggoda manusia untuk menggunakan
badannya untuk bermaksiat, karena dengannya ia akan mendapat kemenangan.
Contohnya ketika seseorang kesurupan dan dibacakan ayat-ayat Al Qur-an
maka setan akan mencoba bertahan dalam tubuh yang kesurupan. Tetapi
ketika seseorang memberinya sesaji dan setan itu pergi darinya maka
kemenangan yang didapati hakikatnya adalah kalah karena mengikuti
kemauan setan.
Pasangan yang sholih dan tidak banyak menuntut. Setiap manusia diberikan pasangan hidup untuk meraih ketenangan hidup. Pasangan yang terbaik bukanlah pasangan yang cantik/ganteng, kaya, dan berkedudukan tinggi melainkan pasangan yang sholih yang memberikan ketentraman lahir batin. Ilustrasinya, istri yang sholihah adalah istri yang pengertian dan sabar. Istri yang ketika suaminya pulang kerja tidak langsung menanyakan tentang upah sang suami, tetapi lebih pada memberikan servis terbaik untuk suami. Demikian juga suami, yang ketika pulang kerja tidak melampiaskan rasa kesal atau capeknya kepada istri. Meminta yang sewajarnya dan tidak berlebihan, memahami bahwa istri di rumah tidak berarti tidak capek apalagi yang sama-sama bekerja. Suami yang tidak segan membantu meringankan pekerjaan rumah, tidak menyerahkan semua urusan itu kepada istri. Pasangan yang sholih inilah yang akan menemani kita di dunia dan juga hingga di akhirat, karenanya tidak salah bila mesti saling mendukung untuk mendapatkan kebahagiaan hakiki
Akhirnya, semoga bermanfaat terutama buat saya. Semoga juga bermanfaat untuk Anda semua. Bila ada koreksi, saran atau masukan silakan karena saling menasihati adalah hak sekaligus kewajiban kita sebagai sesama manusia.
Padahal kehidupan di dunia ini hanyalah sementara sedangkan di akhirat kekal abadi. Tidak salah bila solusi terbaik baik setiap problematika manusia berujung pada agama, yang meyakini bahwa kebahagiaan tidak selalu identik dengan materi dan tidak hanya dengan akal saja. Sejalan dengan hal ini bila tujuan kebahagiaan manusia telah diluruskan menjadi tujuan yang hakiki, kebahagiaan dunia dan akhirat dijaminkan atas dirinya. Ada resep bagi orang-orang yang beriman (a.k.a meyakini hari akhirat) untuk mendapatkan kebahagiaan dunia-akhirat yaitu:
![]() |

![]() |
Add caption |

Pasangan yang sholih dan tidak banyak menuntut. Setiap manusia diberikan pasangan hidup untuk meraih ketenangan hidup. Pasangan yang terbaik bukanlah pasangan yang cantik/ganteng, kaya, dan berkedudukan tinggi melainkan pasangan yang sholih yang memberikan ketentraman lahir batin. Ilustrasinya, istri yang sholihah adalah istri yang pengertian dan sabar. Istri yang ketika suaminya pulang kerja tidak langsung menanyakan tentang upah sang suami, tetapi lebih pada memberikan servis terbaik untuk suami. Demikian juga suami, yang ketika pulang kerja tidak melampiaskan rasa kesal atau capeknya kepada istri. Meminta yang sewajarnya dan tidak berlebihan, memahami bahwa istri di rumah tidak berarti tidak capek apalagi yang sama-sama bekerja. Suami yang tidak segan membantu meringankan pekerjaan rumah, tidak menyerahkan semua urusan itu kepada istri. Pasangan yang sholih inilah yang akan menemani kita di dunia dan juga hingga di akhirat, karenanya tidak salah bila mesti saling mendukung untuk mendapatkan kebahagiaan hakiki
Akhirnya, semoga bermanfaat terutama buat saya. Semoga juga bermanfaat untuk Anda semua. Bila ada koreksi, saran atau masukan silakan karena saling menasihati adalah hak sekaligus kewajiban kita sebagai sesama manusia.
Langganan:
Postingan (Atom)