Minggu, 19 Agustus 2012

Mudik Lebaran, Pentiiing?????

: Share
Begitu pentingkah mudik Lebaran ?


Ternyata tradisi mudik lebaran yang dari segolongan orang disepelekan , dianggap pemborosan, kurang berfikar secara rasional dan sebagainya , dari segolongan yang merupakan sebagian besar masyarakat Islam di Indonesia, MUDIK LEBARAN memang merupakan satu momentum untuk meraih kesejahteraan hidup Dunia dan Akherat.

Mudik lebaran merupakan satu momentum Silaturahim untuk Orang Tua, Sanak kerabat dan handai taulan. Walaupun Silaturahim sebetulnya tidak harus dilaksanakan hanya pada Hari Raya Iedul Fitri , tapi kondisi budaya yang telah membawa Iedul Fitri menjadi satu budaya Silaturahim akan mampu membawa yang semula mubah menjadi wajib atau haram.

Allah swt berfirman, “Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.” (QS. 4:1).
“Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk. (QS. 13:21).
Bahkan Rosulullah saw menandaskan bahwa hanya orang-orang yang beriman kepada Allah swt dan hari akherat yang paling gigih menerapkannya.

Dari Abu Hurairah ra sesungguhnya Rosulullah saw bersabda “… barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akherat maka lakukanlah silaturahim.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Kebaikan silaturahim yang sebenarnya tidak terikat hanya pada Hari Raya Iedul Fitri, menjadi lain bila dikaitkan dengan kewajiban berbakti kepada dua orang tua. Harapan Orang Tua untuk dapat bersilaturahim dengan anak-anaknya di Hari Raya Iedul Fitri membawa satu nilai tersendiri , membuat yang semula mubah menjadi wajib hukumnya.

Mengapa ?
Karena kondisi psikologi sosial , ketidak hadiran seorang anak pada Hari Raya Iedul Fitri tanpa adanya kesadaran dan realita adanya hambatan untuk berkunjung, dapat menjadi ukuran telah terjadinya pemutusan hubungan silaturahmi.

Kalau tidak ada hambatan? Mengapa tidak bisa datang ? adakah yang lebih penting untuk sekedar menyenangkan hati kedua orang tuanya ?

 Hal seperti inilah yang hanya dimulai dengan rasa tidak penting , dapat memicu hilangnya Ridha Allah bagi seorang anak, karena kehilangan Ridha Kedua orang tuanya yang kecewa.
Ridho ALLAH tergantung kepada ridho kedua orang tua Ibu dan Bapak, sesuai sabda Rosululloh SAW :
“Ridho ALLAH tergantung kepada keridhoan orang tua dan murka ALLAH tergantung kepada kemurkaan orang tua” (HR Bukhori, Ibnu Hibban, Tirmidzi, Hakim)

Bagaimana bila seorang Istri dilarang oleh suaminya untuk bersilaturahmi pada dua orang tuanya padahal tidak ada satupun hambatan teknis yang menghalangi ?

Mengingat seorang istri harus patuh pada suaminya, maka hilanglah kewajibannya, walaupun sebenarnya seorang istri bila mempunyai kemampuan mendapat rukshah untuk tidak mematuhi perintah suaminya yang bertindak dzalim dengan memutus tali silaturahim.

surat An-Nisa:36, ALLAH berfirman:

“Dan sembahlah ALLAH dan janganlah menyekutukan-Nya dengan sesuatu, dan berbuat baiklah kepada kedua ibu bapak, kepada kaum kerabat, kepada anak-anak yatim, kepada orang-orang miskin, kepada tetangga yang dekat, tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya, sesungguhnya ALLAH tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri”

Adalah amal yang paling utama, sesuai sabda Rosulullah SAW :
“Aku bertanya kepada Nabi tentang amal-amal yang paling utama dan dicintai ALLAH. Nabi menjawab, pertama sholat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan sholat di awal waktu), kedua berbakti kepada kedua orang tua Ibu dan Bapak, ketiga jihad di jalan ALLAH (HR. Bukhori I/134, Muslim no 85)”
Berbakti kepada kedua orang tua , itu digolongkan sejajar dengan sholat yaitu setelah shalat tepat waktu.

Maka bersiap-siaplah seorang suami yang karena kesombongan diri atau alasan apapun yang dengan sengaja memutus tali silaturahmi antara Isterinya dengan kedua orang tuanya.

Dari Abu Muhammad Jubair bin Mut’im ra sesungguhnya Rosulullah saw bersabda,
“Tidak akan masuk surga orang yang memutus hubungan silaturahmi.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Akan dilaknat oleh Allah dan dimasukan kedalam neraka jahanam.
Q S. Ar Ra’d : 25.

Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam).

Q S. Muhammad : 22
Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?


Q S. Muhammad : 23
Mereka itulah orang-orang yang dila’nati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka.

Sudah sedemikian berat ancaman bagi orang yang dengan sengaja memutus hubungan Silaturahim, apa lagi memutus hubungan silaturahim kepada kedua orang tuanya bahkan karena kesombongannya memutus hubungan silaturahim Istrinya ( yang harus patuh dengan suaminya ) terhadap dua orang tuanya.
Kadang yang terjadi, karena seorang anak merasa lebih pandai, lebih segalanya dibanding kedua orang tuanya, atau merasa orang tuanya terlalu ikut campur masalah keluarganya, terlalu cerewet dan lain sebagainya, apa lagi hanya karena tersinggung atas kata-kata orang tuanya, maka Allah telah menurunkan ayat pula :

al-Isra ayat 23 ketika Allah berfirman, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”

Inilah hal yang terjadi dimasyarakat, karena taqlit buta yang merasa tahu bahwa tidak ada ajaran Islam tentang kewajiban bersilaturahmi di Hari Raya Iedulfitri, kemudian melarang dirinya sendiri dan Isterinya untuk bersilaturahmi di Hari Raya Iedul Fitri kepada dua orang tuanya.

0 komentar:

Posting Komentar